BANDUNG – Pengembangan Aerotropolis untuk Tingkatkan Konektivitas dan Efisiensi Logistik akan dijalankan pemerintah.
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk terus mempercepat pembangunan infrastruktur guna meningkatkan konektivitas, yang selama ini menjadi salah satu faktor penyebab tingginya biaya operasional di sektor logistik.
Berdasarkan data World Bank, biaya logistik di Indonesia mencapai 23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara-negara ASEAN yang hanya sekitar 14 persen.
Sebagai langkah konkret, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mendukung penuh rencana pengembangan kawasan Aerotropolis oleh InJourney Aviation Services (IAS). Konsep Aerotropolis mengintegrasikan bandar udara dengan kawasan sekitarnya, termasuk industri, hunian, pergudangan, tempat pertemuan, dan usaha retail, yang diharapkan dapat mendukung sektor industri, khususnya industri kargo dan logistik.
“Pemerintah mendukung penuh inisiasi IAS ini, karena harapannya ekosistem tersebut akan mendorong dan menggerakkan berbagai sektor industri, khususnya industri kargo dan logistik,” ujar Wamen Faisol saat menerima kunjungan perwakilan IAS di Kantor Kemenperin, Jakarta, pada Jumat (10/1).
Menurut Wamen Faisol, kehadiran kawasan Aerotropolis dapat mendorong tumbuhnya klaster bisnis baru yang menjanjikan, serta memberikan dampak ekonomi yang luas, seiring dengan meningkatnya konektivitas barang dan manusia.
Dari sisi investasi, Wamen Faisol menyebutkan bahwa kawasan Aerotropolis memiliki sejumlah keunggulan, antara lain dukungan sarana transportasi yang sudah terintegrasi dengan infrastruktur jalan yang memadai serta ketersediaan infrastruktur pendukung lainnya, seperti pasokan air dan listrik yang sudah sangat baik.
“Keunggulan tersebut harus dicantumkan dalam rencana pengembangan kawasan ini, karena tidak banyak daerah yang memiliki potensi seperti ini,” tambah Wamenperin.
Sementara itu, Direktur Utama IAS, Dendi Tegar Danianto, menjelaskan bahwa perusahaan mereka telah memiliki pengalaman lebih dari lima tahun di industri logistik dan terminal kargo. IAS kini mengelola sembilan major air cargo hub dan 39 terminal kargo di seluruh Indonesia untuk mendukung distribusi industri, baik domestik, ekspor, maupun impor.
“Meski biaya air cargo lebih mahal dibandingkan dengan transportasi darat dan laut, kami bisa memberikan layanan untuk industri yang membutuhkan kecepatan atau time sensitive. Selain itu, harga kami juga cukup kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara lain,” kata Dendi.
Dalam rangka mengoptimalkan potensi air cargo hub, IAS berencana membangun kawasan Aerotropolis seluas 80 hektare di Bandar Udara Internasional Yogyakarta. Kawasan ini akan mencakup berbagai fasilitas, seperti hunian, perkantoran, pusat olahraga, rumah sakit, usaha retail, pergudangan, hotel, serta lokasi pameran.
“Nantinya, gudang-gudang ini akan dekat dengan bandara dan memiliki akses khusus, serta berada dekat dengan pusat MICE untuk pameran, sehingga akan menjadi satu area yang terpadu untuk mendukung perekonomian di Kulon Progo,” tambah Dendi.
Pasar logistik global diperkirakan akan mencapai USD 12,68 triliun pada tahun 2025, dengan e-commerce yang diperkirakan tumbuh menjadi USD 7,4 triliun pada tahun yang sama. Tren ini membuka peluang besar bagi inovasi sektor logistik yang lebih efisien.
Pertemuan antara Wamenperin dan perwakilan IAS juga dihadiri oleh Kepala Pusat Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Industri dan Kebijakan Jasa Industri Kemenperin, Bambang Riznanto, serta Direktur Akses Sumber Daya Industri dan Promosi Internasional Kemenperin, Syahroni Ahmad. Hadir pula Direktur Utama IAS, M. Putra Patriadi, serta jajaran pejabat lainnya dari IAS dan mitra terkait.