BANDUNG: NTN atau Nilai Tukar Nelayan sebagai indikator pembangunan di APBN agar menjamin kesejahteraan nelayan.
Pemerintah dan DPR RI berkomitmen menaruh perhatian serius terhadap kesejahteraan nelayan kecil dan pengelolaan kawasan pesisir.
Hal itu tercermin dengan ditetapkannya Nilai Tukar Nelayan (NTN).
NTN ditetapkan sebagai indikator pembangunan dalam APBN sejak tahun 2021.
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin pun menekankan agar APBN harus menjamin kesejahteraan kepada nelayan kecil.
“Mengapa dimasukkan NTN. Tujuannya karena kami ingin pemerintah semakin memperhatikan kesejahteraan dari nelayan-nelayan kecil yang selama ini masih menghadapi berbagai persoalan. Kami ingin melihat sejauh mana keberpihakan pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan kecil. Dimana, hal tersebut diukurnya melalui NTN. Jadi, ketika Bu Menkeu menyampaikan laporan terkini realisasi APBN, kami bisa memantau capaian dari indikator tersebut,” papar Puteri dalam keterangan tertulis yang diterima Parlementaria, Jumat (14/10/2022).
INDIKATOR KESEJAHTERAAN NELAYAN
Sebagai informasi, NTN merupakan alat ukur kesejahteraan nelayan.
Yang diperoleh dari perbandingan besarnya harga yang diterima dengan harga yang dibayarkan oleh nelayan.
Pada APBN 2022, pemerintah dan DPR telah menetapkan NTN sebesar 104-106 dan sebesar 107-108 pada APBN 2023.
“Indikator ini memang masih belum sempurna. Karena Kemenkeu sendiri menyadari bahwa selama ini berbagai bantuan yang dialirkan pemerintah kepada petani maupun nelayan belum tertangkap dalam pengukuran NTN dan NTP. Makanya, kemarin ketika Rapat bersama BPS, Bu Menkeu meminta untuk melakukan penyempurnaan dalam penghitungan NTP dan NTN agar mampu mengukur dampak bantuan pemerintah pada kesejahteraan petani dan nelayan,” urai Puteri.
Lebih lanjut, Puteri juga mengungkap berbagai saluran anggaran dalam APBN yang dialokasikan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan kecil.
Antara lain melalui DAK Fisik Bidang Kelautan dan Perikanan, Dana Bagi Hasil Perikanan, Kredit Usaha Rakyat (KUR) sektor kelautan dan perikanan, hingga Bantuan Sosial.
“Kemudian ketika menghadapi dampak kenaikan harga BBM kemarin pun, APBN juga diarahkan untuk tetap melindungi daya beli bagi kelompok rentan, seperti petani dan nelayan melalui bantuan sosial. Dimana, banyak sekali nelayan yang terpaksa harus berhenti melaut karena imbas kenaikan harga BBM. Pun ketika mereka memaksa untuk pergi melaut, hasil tangkapannya tidak sesuai dengan biaya yang mereka keluarkan. Karenanya, pemerintah daerah harus mengalokasikan 2 persen dari DAU/DBH untuk bansos yang menyasar nelayan, dengan total anggaran mencapai Rp2,17 triliun,” tegas Puteri.
Menutup keterangannya, Politisi Fraksi Partai Golkar ini mengaku perlu adanya sinergi dan kolaborasi untuk meningkatkan pemberdayaan nelayan kecil dan pengelolaan pesisir.
“Karena masalahnya lintas sektoral dan lintas kepentingan sehingga mengharuskan kita untuk kerja bersama dan kolaborasi bersama. Kita harus kerja ‘keroyokan’ untuk mengatasi persoalan dari berbagai sisi yang perlu ditangani dari hulu hingga ke hilir,” tutup Puteri.