BANDUNG: Gangguan kesehatan mental masyarakat dikhawatirkan dapat berujung pada peningkatan angka kematian akibat bunuh diri.
Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk lebih memantau dan melaksanakan program kesehatan mental masyarakat.
Hal itu mengemuka saat kunjungan anggota Komisi III DPR yang diterima Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menerima kunjungan kerja Komisi III Dewan Perwakilan Daerah RI itu.
Kunjungan dalam rangka implementasi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Pertemuan itu sendiri berlangsung di Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (19/9/2022).
Ketua Komisi III DPD RI Hasan Basri mengungkapkan isu kesehatan mental kejiwaan masyarakat kini mencuat.
Dia mengkhawatirkan dapat berujung pada peningkatan angka kematian akibat bunuh diri.
Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), satu orang di dunia meninggal akibat bunuh diri setiap 40 detik.
Selain itu, 77 persen kasus bunuh diri terjadi di negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah.
Menurut Hasan, ancaman itu semakin berat dengan adanya data Unicef, bahwa 29 persen anak muda 15-24 tahun di Indonesia menyatakan sering merasa depresi.
Selain itu, 6,2 persen pelajar perempuan dan 4 persen pelajar laki-laki usia 13-15 tahun menyatakan sering mempertimbangkan untuk upaya bunuh diri.
“Para ahli mengungkapkan, peristiwa bunuh diri berawal dari kejadian traumatik yang memunculkan gangguan mental pada diri seseorang sebagai korban atau saksi dari suatu peristiwa atau kejadian tertentu,” kata Hasan.
“Selain itu, penurunan kualitas hidup maupun kualitas kesehatan, penurunan kemampuan merawat diri, ketidaknyamanan, dan kemiskinan juga dapat menjadi penyebab munculnya gangguan mental kejiwaan,” tambahnya.
Menurut Hasan, data-data tersebut menjadi lampu kuning bagi pemerintah, maupun masyarakat luas terkait pentingnya menjaga dan merawat kesehatan jiwa.
Ia menyebutkan dari catatan Komite III DPD RI, hingga saat ini masih terdapat provinsi yang belum memiliki rumah sakit jiwa.
Yaitu Provinsi Papua Barat, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Kalimantan Utara.
LAYANAN PSIKIATRI
Hasan juga menyebut, layanan psikiatri belum dapat diberikan di sejumlah rumah sakit umum, termasuk di tingkat Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) milik Provinsi.
Untuk itu, ia mengharapkan ada komitmen dari Pemda Provinsi dalam meningkatan pelayanan di bidang kesehatan jiwa untuk masyarakat yang lebih mudah diakses, minimal di RSUD tingkat Provinsi.
“Dari 720 RSUD, baru 318 yang bisa memberikan layanan psikiatri,” pungkas Hasan.
“Masalah SDM untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang. Sampai hari ini, satu orang psikiater harus melayani kurang lebih 220.000 penduduk. Perbandingan ini jauh dari yang direkomendasikan WHO, yaitu satu banding 30.000 penduduk,” ucapnya.
Sementara itu Pak Uu –sapaan akrab Uu Ruzhanul Ulum —mengatakan, Jawa Barat sudah memiliki Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
Namun yang masih terkendala, yaitu di SDM antara lain karena kurangnya pelatihan terkait penanganan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), hingga seringnya proses promosi dan mutasi tenaga kesehatan jiwa.
“Belum banyak orang yang mampu menangani ODGJ secara keilmuan karena mungkin pelatihannya jarang ataupun belum ada, yang akhirnya terkadang mungkin karena tidak berpengalaman, khawatir salah penyelesaian,” papar Pak Uu.
“Selain itu karena kurang (SDM), ditambah lagi yang namanya pejabat ada P3 alias pindah-pindah lalu pensiun. Saat di sini dia dapat menangani dengan baik ODGJ, ternyata dia dipromosi. Ketika dipromosi karena tidak ada tempat (formasi) di rumah sakit tersebut, maka yang bersangkutan dipindah ke tempat yang lain, akhirnya yang menangani (SDM) baru lagi,” terangnya.