SATUJABAR, BANDUNG – Berbagai cara dilakukan Pemerintah Kabupaten Garut untuk menekan angka stunting di wilayahnya. Salah satunya dengan upaya perbaikan dan peningkatan gizi masyarakat.
Pada Senin 12 Desember 2022, Dinas Kesehatan Garut menggelar Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek). Rapat bersama dengan penanggung jawab program terkait teknis upaya penanganan di Bidang Kesehatan Masyarakat (Kesmas).
Rapat ini dibuka Wakil Bupati (Wabup) Garut dr. Helmi Budiman.
Ia menyatakan, permasalahan stunting merupakan masalah yang tidak bisa selesai oleh hanya satu dinas saja. Akan tetapi seluruh stakeholder sangat berperan dalam hal penurunan stunting di Kabupaten Garut.
Helmi menyebutkan, terdapat empat penyebab yang mempengaruhi sektor kesehatan.
Di mana faktor lingkungan menjadi salah satu yang memiliki peran paling besar terhadap adanya balita stunting.
Kedua yaitu perilaku, yang ketiga pelayanan kesehatan, yang keempat turunan, karena yang terkait dengan lingkungan kesehatan itu.
Kemudian Dinas PUPR (Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang) terkait dengan sanitasi, sanitasi air bersih, yang terkait dengan IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) yang terkait dengan septic tank.
“Bahkan terakhir dengan kloset, itu PUPR, makanya harus hati-hati,” katanya.
KONDISI LINGKUNGAN DIJAGA
Lingkungan memiliki kontribusi yang besar terhadap munculnya kondisi stunting pada balita.
Maka dari itu, para Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki tugas yang sangat berat dan sangat besar untuk mempersiapkan generasi mendatang.
Kepala Dinkes Garut dr. Maskut Farid mengungkapkan acara mengatasi stunting.
Yaitu dengan permasalahan lingkungan, maka diperlukan pengelolaan sampah rumah tangga yang baik, baik sampah padat maupun sampah yang cair.
Ia menambahkan, pihaknya juga ingin kondisi new born new stunting ini diperbaiki, dengan dilakukannya intervensi terhadap bayi usia 0 sampai 6 bulan.
Di mana dalam usia ini bayi tidak boleh diberi makanan melainkan harus mengkonsumsi ASI eksklusif. Maka dari itu, lanjut Maskut, adanya ASI eksklusif ini memperbaiki kondisi tersebut sebesar 50%.
“Belum nanti kita perbaiki kualitas ASI-nya, dengan makanan ibunya harus bagus, makanannya harus makan 6 kali sehari, minumannya harus 14 kali sehari, kemudian sisi emosional ibu yang melahirkan ini juga harus bagus,” ujarnya.