SATUJABAR, SUBANG — Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Subang, Jawa Barat, masih melakukan proses penyidikan kasus kematian bocah sekokah dasar (SD), yang diduga korban bullying, atau perundungan kakak kelasnya. Sebanyak 15 orang saksi telah diperiksa, termasuk tiga orang anak (SD) yang harus berhadapan dengan hukum.
“Proses penyidikan masih berjalan. Total ada 15 orang saksi sudah diperiksa, termasuk 3 anak harus berkonflik dengan hukum,” ujar Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasatreskrim) Polres Subang, AKP Gilang Indra Friyana, dalam keterangannya, Selasa (03/12/202).
Gilang mengatakan, 12 orang saksi yang diperiksa, terdiri dari pihak sekolah dan keluarga korban. Sementara 3 anak yang harus berkonflik (berhadapan) dengan hukum, menjalani pemeriksaan, didampingi orangtuanya dan dari pihak Bapas (Balai Pemasyarakatan).
“Untuk tiga orang anak yang harus berkonflik dengan hukum, dimintai keterangan oleh penyidik, didampingi orangtuanya. Selain itu, juga menghadirkan dari pihak Bapas,” kata Gilang.
Gilang menyebutkan, proses penyidikan berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk menentukan langkah selanjutnya. Penanganannya dilakukan khusus oleh Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Satreskrim, karena melibatkan anak yang harus berkonflik dengan hukum.
“Masih dikoordinasikan dengan berbagai pihak, terkait bagaimana pengambilan keputusan yang harus diputuskan. Ditangani Unit PPA secara khusus dan sangat hati-hati, karena melibatkan anak-anak yang harus berlonflik dengan hukum,” ungkap Gilang.
Sebelumnya, Kapolres Subang, AKBP Ariek Indra Sentanu, memastikan, akan mengusut kasus kematian bocah SD, berusia 9 tahun di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, setelah diduga menjadi korban Bullying, atau perundungan kakak kelasnya. Sebelum dinyatakan meninggal dunia, korban sempat kritis dalam perawatan di rumah sakit.
Gilang menjelaskan, penanganan anak di bawah usia 12 tahun mengacu pada sistem peradilan anak sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2012, serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 tahun 2015, tentang Mekanisme Diversi dan Penanganan Prosedur Anak. Tentunya beda dengan orang dewasa, sehingga lebih hati-hati dalam penegakan hukumnya dengan tetap memandang dan mengacu pada Undang-Undang dan kaidah-kaidah yang berlaku.
6 Hari Dirawat
Sebelumnya diberitakan, bocah kelas 3 SD di Kabupaten Subang, Jawa Barat, yang kondisinya kritis di rumah sakit, diduga menjadi korban bullying, atau perundungan kakak kelasnya, meninggal dunia. Korban tidak tertolong akibat cedera berat di kepala yang dideritanya, setelah enam hari menjalani perawatan.
Bocah berinisial AR tersebut, meninggal dunia dalam perawatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciereng, Kabupaten Subang. Korban sudah enam hari mendapatkan penanganan tim medis sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, setelah kondisinya kritis akibat cedera kepala berat.
Dugaan kasus bullying terjadi di sekolah dasar (SD) di Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang. Korban duduk di bangku kelas 3 SD, dilarikan ke RSUD Ciereng, setelah kondisinya kritis.
Awal terungkap dugaan kasus bullying, setelah bocah berusia 9 tahun tersebut, mengeluh sakit kepala, perut, dan muntah-muntah. Kondisi korban tidak kunjung sembuh, membuat orangtua membawanya ke rumah sakit hingga harus menjalani perawatan instensif.
Berdasarkan pengakuan orangtua, korban sebelumnya tidak mau cerita penyebab bisa mengeluh sakit kepala, perut, dan muntah-muhtah. Awalnya dikira masuk angin, koban hanya diurut dan bisa kembali lagi masuk sekolah.
Dari hasil penelusuran pihak sekolah, dugaan perundungan korban terjadi sepekan sebelum dibawa ke rumah sakit. Kejadiaannya pada saat jam istirahat diluar lingkungan sekolah.(chd).