Di tengah hiruk-pikuk Bandung, berdiri megah sebuah kompleks bersejarah: Balai Kota Bandung. Banyak orang mengenalnya sekarang sebagai kantor Wali Kota, tempat berbagai kebijakan untuk kota kembang ini dilahirkan. Tapi, tak banyak yang tahu, gedung ini punya cerita panjang sejak zaman kolonial.
Awalnya, pada tahun 1920-an, gedung ini bukanlah balai kota. Ia dibangun sebagai kantor perkebunan Preanger (Karesidenan Priangan), tempat administrasi para pengelola perkebunan kopi, teh, dan kina yang menjadi komoditas utama Belanda di Jawa Barat. Tak heran arsitekturnya kental dengan gaya kolonial yang elegan, lengkap dengan halaman luas nan rindang.
Seiring berjalannya waktu, setelah Indonesia merdeka, gedung ini beralih fungsi menjadi pusat pemerintahan Kota Bandung. Dari sinilah perjalanan Bandung sebagai kota modern mulai banyak diarahkan.
Kota Bandung sendiri berdiri pada 25 September 1810 yang ditandai dengan pemindahan ibu kota dari Dayeuhkolot ke kawasan Alun-alun Kota Bandung dimana terdapat Alun-alun, Masjid Agung dan Pendopo Bandung.
Pada 1927 Balai Kota Bandung resmi digunakan sebagai pusat pemerintahan.
Kini, Balai Kota Bandung bukan cuma kantor pemerintahan. Halamannya yang hijau dengan taman tematik—ada Taman Labirin, Taman Sejarah, sampai patung ikonik—jadi ruang publik favorit warga. Tempat ini seolah menyatukan masa lalu kolonial dengan wajah baru Bandung yang kreatif dan ramah warganya.
Kronologi singkat Balai Kota Bandung:
1819: Bangunan awal yang berfungsi sebagai gudang kopi (Koffie Pakhuis) didirikan oleh Andries de Wilde.
1923: Gudang kopi tersebut diserahkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda.
1927: Gudang kopi dirobohkan dan dibangun kembali menjadi gedung balai kota dengan arsitektur art deco.
1927: Gedung Balai Kota Bandung mulai ditempati dan menjadi pusat pemerintahan.
1935: Bangunan diperluas dengan tambahan bangunan baru di belakangnya.