BANDUNG – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sedang melakukan riset bioprospeksi lendir keong darat. Keong darat memiliki potensi besar sebagai sumber daya untuk produk kosmetik.
Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN Pamungkas Rizki Ferdian mengatakan, bioprospeksi adalah kegiatan pencarian sumber daya hayati, baik hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme, untuk tujuan komersial. Kegiatan ini sangat penting untuk mendukung perekonomian masyarakat, terutama di sektor kosmetika, yang saat ini mengalami peningkatan permintaan global terhadap produk berbasis bahan alami.
“Riset berkelanjutan penting untuk memaksimalkan pemanfaatan sumber daya hayati Indonesia, kata Pamungkas, pada Webinar Applied Zoology Summer School #8, Kamis (3/10) dilansir situs BRIN.
Lendir keong darat yang sudah dikomersialisasikan diklaim mengandung berbagai senyawa aktif, seperti allantoin, asam glikolat, dan antibakteri alami, yang dapat memberikan manfaat signifikan bagi kecantikan dan kesehatan kulit.
Produk-produk kosmetik berbahan dasar lendir keong darat, seperti masker wajah, serum, dan pelembab, sudah diproduksi di beberapa negara, termasuk Korea Selatan, dan mendapatkan respon pasar yang baik.
Menurut Pamungkas, di Indonesia, penelitian terkait keong darat masih terbatas. Padahal, negara ini memiliki kekayaan biodiversitas luar biasa, termasuk keong darat yang berpotensi menjadi komoditas bernilai tinggi.
Beberapa jenis keong darat di Indonesia, seperti yang ditemukan di pegunungan Menoreh, Yogyakarta, menunjukkan potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Di antaranya spesies Hemiplecta humphreysiana dan Amphydromus palaceus.
Adapun proses bioprospeksi terdiri dari beberapa fase penting, antara lain pengumpulan sampel di lokasi, perbanyakan organisme serta isolasi dan karakterisasi senyawa spesifik, skrining untuk tujuan khusus, dan pengembangan produk dan komersialisasi.
“Sasaran bioprospkesi sendiri terdiri atas sumber daya genetik, senyawa bahan alam, serta struktur dan desain dari alam,” papar Pamungkas.
“Lendir H. humphreysiana teridentifikasi mengandung 32 senyawa dari dua jenis pelarut (methanol dan dichloromethane), 19 senyawa terduga, dan 13 senyawa terkonfirmasi,” jelasnya.
Riset bioprospeksi menggunakan sumber daya hayati sebagai aset dan keistimewaan perlu diungkap manfaatnya, sehingga, memiliki nilai ekonomi.
Pamungkas menegaskan, eksploitasi sumber daya alam jika tanpa konsep berkelanjutan dapat mengakibatkan kepunahan spesies dan kerusakan ekosistem.
Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan teknologi yang memungkinkan pembiakan dan produksi senyawa aktif dari keong darat, tanpa merusak populasi di alam liar.
Budi Daya Ex- Situ
Salah satu strategi yang bisa diterapkan adalah dengan memperbanyak keong darat melalui budi daya ex situ di laboratorium atau tempat pembiakan khusus. Dengan cara ini, produksi lendir keong bisa dilakukan secara berkelanjutan tanpa merusak habitat alaminya.
“Saya menyarankan agar riset bioprospeksi diiringi dengan riset budi daya, meliputi kajian pakan dan reproduksinya. Sehingga, pemanfaatannya di masa mendatang dapat meminimalkan pengambilan dari alam dan risiko kepunahan spesies menjadi rendah,” ungkap Pamungkas.
Pihaknya melakukan riset bioprospeksi lendir keong darat dengan pendekatan berkelanjutan. Sehingga perlu kajian ekologi, perilaku makan dan reproduksi; studi metabolomik, genomik, dan transkriptomik; pengujian bioaktivitas sebagai sediaan kosmesetikal; dan pengembangan berbagai produk turunannya.
“Prinsip berkelanjutan sangat penting supaya pengambilan sumber daya hayati dari alam dapat diminimalkan,” tambahnya.
Pamungkas menyebut, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut baik secara in vitro maupun in vivo untuk membuktikan daya inhibisi dari senyawa bioaktif lendir H. humphreysiana terhadap enzim tyrosinase dan elastase. Sehingga perannya sebagai agen pencerah kulit dan antikerut dapat terungkap.
Tantangan Riset
Riset bioprospeksi di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan. Salah satunya adalah keterbatasan dukungan ilmiah dan tenaga ahli di bidang ini.
Selain itu, riset yang dilakukan sering kali berjalan lambat karena kurangnya dana dan fasilitas yang memadai. Hal ini menyebabkan nilai komersial menjadi rendah sehingga belum berdampak pada perekonomian masyarakat.
Namun demikian, di pasaran sudah ada berbagai produk kosmetik seperti masker wajah, serum, krim, losion, pelembab dengan berbagai klaim seperti antiacne, antiinflamsi, melembabkan dan mengencangkan kulit, anti kerut, pencerah wajah, penstimulus regenerasi sel kulit, dll.
Harga kosmetik dari lendir keong darat cukup tinggi di pasaran, yaitu berkisar Rp. 334 ribu-Rp. 1.750 ribu. Bahkan untuk produk tertentu bisa mencapai Rp. 5 jutaan.
Pamungkas berharap, dengan kolaborasi antara lembaga riset, universitas, dan industri, Indonesia bisa mengembangkan produk-produk berbasis keong darat yang kompetitif di pasar global.
Dia menekankan kolaborasi lintas disiplin ilmu sangat penting dalam upaya ini. Karena bioprospeksi bukan hanya soal ilmu biologi, tetapi juga melibatkan aspek-aspek ekonomi, hukum, dan sosial.