BANDUNG – Kota Bandung deflasi pada Februari 2025 sebesar 0,73% secara month-to-month (m-to-m), 0,50% secara year-on-year (y-o-y), dan 1,61% secara year-to-date (y-t-d). Angka deflasi ini lebih rendah dibandingkan dengan provinsi Jawa Barat maupun tingkat nasional.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bandung, Samiran, menyebutkan bahwa deflasi yang terjadi di Kota Bandung lebih rendah daripada tingkat deflasi di Jawa Barat maupun di tingkat nasional. “Deflasi yang terjadi di Kota Bandung lebih rendah daripada provinsi Jawa Barat maupun nasional,” ungkap Samiran dikutip situs Pemkot Bandung.
Terkait dengan pertumbuhan ekonomi, Samiran menyampaikan bahwa pada tahun 2024, ekonomi Kota Bandung tumbuh sebesar 4,99%, meski sedikit melambat dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencatatkan pertumbuhan 5,07%. Meskipun demikian, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi Jawa Barat yang tercatat tumbuh 4,95%, meski sedikit lebih rendah dibandingkan dengan angka pertumbuhan nasional yang mencapai 5,03%.
“Penyebab perlambatan terutama melambatnya pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan. Dari sisi pengeluaran, terjadi perlambatan pada konsumsi rumah tangga dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB),” jelas Samiran.
Pada deflasi bulan Februari 2025, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga menjadi penyumbang utama dengan andil -0,76% secara m-to-m, serta -2,24% secara y-o-y. Komoditas yang paling berkontribusi pada deflasi dalam kelompok ini adalah tarif listrik.
Di sisi lain, kelompok makanan, minuman, dan tembakau memberikan andil positif sebesar 0,92%.
Berdasarkan perbandingan inflasi di 10 kabupaten/kota di Jawa Barat pada Februari 2025, Kota Bandung menempati posisi deflasi month-to-month terendah ketiga (bersama dengan Kota Bogor dan Kota Depok), setelah Kabupaten Majalengka dan Kota Cirebon. Sementara itu, untuk inflasi year-on-year, Kota Bandung juga tercatat sebagai yang terendah ketiga, setelah Kabupaten Subang dan Kota Cirebon.