Seorang santri perempuan mengundurkan diri dan ngotot tidak mau mengikuti ujian di ponpes setempat sehingga mengundang kecurigaan orangtua santri.
SATUJABAR, KUNINGAN — Praktik bejat kembali diperlihatkan oleh seorang pimpinan sebuah pondok pesantren di Kabupaten Kuningan, Jabar. Korbannya adalah belasan santriwati yang mengalami tindak asusila yang dilakukan pimpinan ponpes di Kecamatan Ciawigebang tersebut.
Aksi dugaan asusila itu sudah berlangsung sejak tahun 2022 lalu, tapi baru terungkap sekarang. Itu pun setelah ada seorang santri perempuan yang mengundurkan diri dan ngotot tidak mau mengikuti ujian di ponpes setempat sehingga mengundang kecurigaan orangtua santri.
Setelah didesak, akhirnya korban mengaku bahwa dirinya mendapatkan perlakuan tidak senonoh tersangka, Ak (41 tahun). Kontan saja, hal itu membuat orangtua santri menjadi geram karena tujuan dipesantrenkan agar lebih mengenal dan mendalami agama sehingga permasalahan tersebut dilaporkan ke aparat kepolisian.
Aparat penegak hukum langsung bergerak cepat dengan meringkus tersangka yang diduga melakukan tindakan tidak terpuji pada gadis di bawah umur. Sekaligus mengorek keterangan dari sejumlah saksi untuk kepentingan penyelidikan dan pengungkapan kasus yang merusak citra pendidikan dan keagamaan.
“Kami sudah mengamankan pelaku sekaligus menginterograsinya terkait dugaan asusila terhadap santri,” ujar Kapolres Kuningan, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Willy Andrian melalui Kasat Reskrim Ajun Komisaris Polisi (AKP) I Putu Ika Prabawa.
Dari sejumlah korban yang rumor mendapatkan perlakuan tidak senonoh itu, hasil pendalaman baru ada 10 santri yang teridentifikasi. Mereka rata-rata berusia 14-16 tahun atau masih di bawah umur.
“Aksi yang dilakukan tersangka ketika situasi tengah sepi akibat sebagian santri tengah mengikuti kegiatan,” ucapnya.
Para santri perempuan sempat melakukan perlawanan atau aksi penolakan akibat diperlakukan tidak senonoh tersebut. Namun, tersangka mengancam dengan gerakan isyarat sehingga membuat para korban menjadi takut.
Perbuatan tersangka dijerat Pasal 82 Undang-Undang Nomor: 17 tahun 2016 tentang Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu) Nomor: 1 tahun 2016 mengenai Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor: 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukumannya, minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara serta ditambah pemberatan karena sebagai tenaga pendidik selama sepertiga hukuman. (yul)