SATUJABAR, JAKARTA– Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka, mengaku telah meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, untuk menghapus jalur zonasi dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Alasan penghapusan sistem zonasi, karena kunci mewujudkan Indonesia Emas 2045 adalah pendidikan, dan itu ada pada generasi anak-anak muda.
“Bicara generasi emas, Indonesia 2045, kuncinya ada di pendidikan. Kuncinya ini ada di anak-anak muda. Makanya kemarin saat rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, sistem zonasi harus dihilangkan,” ujar Gibran saat sambutan dalam acara Tanwir I Pemuda Muhammadiyah di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).
Gibran menerangkan, dewasa ini penting untuk mengajari anak-anak kita tentang pelajaran coding, programming, hingga digital marketing. Untuk itu, Gibran mengingatkan jangan sampai Indonesia tertinggal dari negara lain.
“Penting mengajarkan anak-anak kita pelajaran coding, belajar programming, hingga belajar digital marketing. Sekarang ini, kita tidak boleh ketinggalan dari negara lain. Jadi jangan sampai kita ketinggalan,” terang Gibran mengingatkan.
Lebih lanjut, Gibran menegaskan, pemerintah juga telah menerima pimpinan Nvidia yang akan berinvestasi di beberapa kota. Dia berharap kesempatan ini nantinya bisa diisi oleh keterlibatan anak-anak muda.
“Kemarin kita kedatangan tamu bosnya Nvidia, yang menyatakan akan investasi di beberapa kota, salah satunya di Solo. Kalau ada kesempatan seperti ini, seharusnya anak-anak muda bisa mengisi. Jangan sampai pemerintahnya sudah mendorong tapi anak mudanya tidak mengisi. Tapi saya yakin, Muhammadiyah pasti tidak sabar untuk menjadi bagian Indonesia Emas 2045,” tegas Gibran.
Ketua Komisi X Menolak
Sementara itu, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, tidak sependapat dengan permintaan Wapres Gibran Rakabuming Raka kepada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti, menghapus jalur zonasi dalam sistem PPDB. Hetifah bicara terkait alasan kebijakan sistem zonasi para siswa, untuk mengurangi ketimpangan kualitas sekolah hingga mencegah diskriminasi, meski masih menghadapi tantangan dalam pengimplementasian.
“Zonasi diperkenalkan untuk mendekatkan akses pendidikan, mengurangi ketimpangan kualitas sekolah, dan mencegah diskriminasi. Namun, sistem ini memang masih menghadapi tantangan implementasi, seperti ketidaksiapan fasilitas pendidikan di berbagai wilayah, dan ketimpangan kualitas antar sekolah,” kata Hetifah, Kamis (21/11/2024).
Hetifah memandang perlu ada langkah-langkah harus ditempuh sebelum mengambil keputusan menghapus PPDB sistem zonasi. Salah satunya, berdiskusi atau mendengar pendapat publik dan para stakeholder. Pendapat publik dan para stakeholder, dengan mengundang para pemangku kepentingan, termasuk Mendikdasmen, dinas pendidikan, guru, orang tua siswa, dan pemerhati pendidikan, untuk membahas efektivitas sistem zonasi, termasuk keluhan-keluhan masyarakat.
“Itu perlu dilakukan, untuk mengkaji dampak zonasi, seperti melakukan evaluasi mendalam terkait dampak positif dan negatif dari sistem zonasi sejak diberlakukan,” ungkap Hetifah.
Selain itu, Hetifah menilai perlu ada alternatif lain yang harus disiapkan jika memang hendak menghapus PPDB sistem zonasi. Alternatif harus disiaplan yang tentunya lebih adil.
“Mengeksplorasi alternatif. Jika sistem zonasi dianggap tidak efektif, maka diperlukan alternatif yang lebih adil, seperti seleksi berbasis nilai, atau PPDB jalur prestasi diperkuat, atau dengan tambahan kuota afirmasi bagi siswa dari keluarga tidak mampu, memperbesar porsi PPDB jalur afirmasi,” terang Hetifah.
Hetifah juga mendorong adanya peningkatan kualitas terlebih dulu, karena pemicu tidak lancsrnya PPDB sistem zonasi karena kualitas pendidikan yang tidak merata. Masalah utama yang memicu kritik terhadap sistem zonasi adalah ketimpangan kualitas antar sekolah, sehingga Komisi X DPR mendesak pemerintah mempercepat pemerataan sarana dan prasarana pendidikan di wilayah.
“Adanya pelibatan sekolah swasta. Peran sekolah swasta dapat menjadi alternatif bagi siswa di luar zonasi dengan membuka akses pendidikan bagi semua kalangan,” tambah Hetifah.
Dijelaskan Hetifah, sekolah swasta bisa membantu meringankan tekanan pada sekolah negeri. Sekolah swasta bisa berpartisipasi dalam program afirmasi, dengan menyediakan kesempatan beasiswa, atau memberi subsidi bagi siswa dari keluarga kurang mampu.
“Pemerintah perlu menjalin kemitraan dengan sekolah swasta untuk merancang kebijakan insentif, seperti subsidi biaya pendidikan atau bantuan operasional, agar sekolah swasta lebih terjangkau bagi masyarakat. Sekolah swasta juga perlu dilibatkan dalam perencanaan strategis pendidikan daerah untuk melengkapi kapasitas sekolah negeri,” jelas Hetifah.
Hetifah menambahkan, pemerintah tentunya harus memastikan regulasi mendukung sinergi antara sekolah negeri dan swasta, termasuk memberikan insentif kepada sekolah swasta yang berkontribusi dalam pemerataan pendidikan. SInergi antara sekolah swasta, sekolah negeri, serta pemerintah, dan sistem pendidikan nasional, termasuk PPDB zonasi, tentunya bisa lebih efektif dan inklusif.
Hetifah berharap zonasi tidak seharusnya dihapus tanpa solusi yang baik. Sebagai langkah mendesak adalah memastikan kebijakan pendidikan tetap menjunjung prinsip keadilan, aksesibilitas, serta peningkatan mutu pendidikan.(chd).