BANDUNG – Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ayu Savitri Nurinsiyah, sedang melakukan penelitian mendalam tentang keanekaragaman dan potensi pemanfaatan keong darat di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada penggalian pengetahuan tradisional masyarakat terkait penggunaan keong darat sebagai obat herbal.
Ayu bersama timnya, yang terdiri dari mahasiswa doktoral IPB, menyelidiki etnomalakologi, yaitu pengetahuan tradisional mengenai pemanfaatan moluska. Penelitian ini menjadi landasan bagi bioprospeksi untuk pengembangan produk obat modern.
Dalam penelitian ini, Ayu dan tim berhasil mengidentifikasi lima kelompok keong, yaitu Lissachatina fulica, Amphidromus palaceus, Dyakia rumphii, Ampullariidae, dan Viviparidae.
“Kelima kelompok ini sering digunakan dalam pengobatan tradisional, seperti untuk menyembuhkan luka, asma, dan berbagai penyakit lainnya,” ungkapnya dalam webinar “Applied Zoologi Summer School #8” pada Kamis (3/10) seperti dikutip situs BRIN.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa meskipun pengetahuan tentang penggunaan keong darat semakin langka, masyarakat di beberapa daerah di Indonesia masih memanfaatkan keong ini untuk tujuan pengobatan. Penelitian ini juga menyoroti potensi besar keong darat untuk dikembangkan sebagai bahan dasar obat-obatan modern.
Ayu menjelaskan bahwa dari 126.316 spesies keong yang terdaftar di dunia (Molluscabase.org, 2024), lebih dari 5.000 spesies atau sekitar 6 persen terdapat di Indonesia. Dari total tersebut, terdapat 1.294 spesies keong darat, dengan 595 di antaranya merupakan spesies endemik Indonesia.
Pulau Jawa dan sekitarnya menjadi salah satu daerah dengan keanekaragaman spesies keong darat yang tinggi, dengan 263 spesies yang teridentifikasi, di mana 104 di antaranya adalah spesies endemik. Beberapa spesies hanya ditemukan di lokasi tertentu, seperti pegunungan Halimun dan daerah Yogyakarta.
“Keanekaragaman ini tidak hanya terlihat dari segi jumlah spesies, tetapi juga dari variasi morfologis, habitat, dan perilaku ekologis. Ada keong darat yang hidup di habitat kering, sementara yang lain lebih suka lingkungan lembab,” jelas Ayu.
Potensi Keong Darat
Keong darat memiliki peran ekologis yang penting dan potensi besar dalam berbagai bidang, termasuk kuliner, obat-obatan, dan kosmetik. Di beberapa negara, keong telah digunakan sebagai sumber protein alternatif yang bernilai tinggi, seperti escargot di Prancis.
Selain itu, lendir yang dihasilkan keong darat juga memiliki nilai medis yang signifikan, dikenal memiliki sifat antibakteri dan efektif dalam penyembuhan luka serta regenerasi jaringan kulit. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lendir keong dapat mempercepat proses penyembuhan.
Keong darat juga kaya akan senyawa bioaktif yang berpotensi untuk produk kosmetik, terutama perawatan kulit. Lendirnya yang mengandung kolagen dan elastin diyakini dapat menjaga kelembapan kulit dan merangsang produksi sel baru, sehingga berpotensi untuk produk anti-penuaan.
Ayu mencatat bahwa salah satu tantangan utama dalam pengembangan riset ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman keong darat. Banyak yang masih menganggap keong sebagai hama, padahal keong memiliki peran ekologis dan ekonomi yang vital.
“Upaya penelitian dan konservasi juga masih terbatas, terutama dalam pendokumentasian spesies keong darat di Indonesia. Kurangnya data distribusi dan populasi membuat konservasi menjadi lebih sulit,” tutup Ayu.
BRIN terus berupaya melakukan penelitian dan konservasi berkelanjutan untuk memastikan keanekaragaman keong darat tetap terjaga dan dapat dimanfaatkan secara bijaksana demi kesejahteraan masyarakat serta pelestarian lingkungan.