BANDUNG – Pemerintah terus berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan pembangunan serta meningkatkan ketahanan ekonomi nasional, salah satunya dengan mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA). Sebagai bagian dari upaya ini, pemerintah menerbitkan peraturan baru mengenai pengelolaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) untuk sektor SDA, guna mendukung perekonomian nasional yang lebih kuat.
Berdasarkan amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, pemanfaatan hasil SDA harus ditujukan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, pengelolaan DHE pada sektor-sektor strategis, terutama SDA, menjadi fokus utama dalam kebijakan ini.
Pada tahun 2024, ekspor Indonesia tercatat mencapai nilai USD 264,7 miliar, dengan 62,7% di antaranya berasal dari sektor SDA yang wajib melaporkan DHE-nya. Sebagai langkah tindak lanjut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025 yang mengubah Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023, terkait Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan SDA. Tujuan dari peraturan ini adalah untuk mengoptimalkan pengelolaan DHE SDA agar kontribusinya semakin signifikan terhadap perekonomian negara.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, dalam acara Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025, menjelaskan pentingnya pengaturan devisa hasil ekspor SDA untuk mendorong perekonomian nasional. “SDA ini perlu diatur devisa hasil ekspornya, tujuannya untuk kita manfaatkan dengan baik, karena 62,7% dari total ekspor nasional berasal dari sektor ini,” ujar Susiwijono, Jumat (28/02).
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara Kemenko Perekonomian, Ferry Irawan, menyampaikan sejumlah perubahan penting yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2025. Beberapa perubahan utama antara lain peningkatan persentase penempatan DHE, perpanjangan jangka waktu penempatan, serta perluasan penggunaan DHE SDA selama masa retensi dalam rekening khusus (reksus) valas. Untuk komoditas nonmigas, kewajiban retensi adalah 100% selama 12 bulan, sedangkan untuk migas, ketentuan retensi tetap mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023, yakni 30% dalam 3 bulan.
Ferry menambahkan bahwa untuk komoditas nonmigas, DHE SDA dapat digunakan selama masa retensi jika masih ditempatkan di reksus valas untuk tujuan penukaran ke rupiah di bank yang sama, dengan mengacu pada ketentuan Bank Indonesia (BI). Selain itu, penggunaan DHE SDA dapat dilakukan untuk pembayaran kewajiban kepada pemerintah, pembayaran dividen, impor barang dan jasa, serta pembayaran atas pinjaman untuk pengadaan barang modal.
Pemerintah juga memastikan adanya mekanisme pengawasan yang lebih ketat terhadap kewajiban penempatan DHE SDA. Pengawasan ini dapat dilakukan sewaktu-waktu melalui pemeriksaan kepada Bank dan LPEI (post audit) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam acara tersebut, sejumlah pertanyaan masyarakat terkait ketentuan umum, retensi, penempatan DHE SDA, penggunaan DHE, mekanisme penukaran DHE ke rupiah, serta instrumen keuangan dan pajak juga dibahas.
Hadir dalam kesempatan tersebut Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan Noor Faisal Achmad, Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia Riza Tyas Utami Hirsam, serta Direktur Pengaturan dan Pengembangan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Tony.