JAKARTA – Industri rendang Indonesia terus menunjukkan geliat positif dalam mendukung perekonomian lokal dan nasional. Salah satu daerah yang menonjol dalam pengembangan industri kuliner khas ini adalah Kota Payakumbuh, yang dikenal luas sebagai “The City of Rendang”. Kota ini bukan hanya menjaga tradisi kuliner Minangkabau, tetapi juga aktif menjadikan rendang sebagai kekuatan ekonomi daerah.
Langkah strategis Pemerintah Kota Payakumbuh dalam mempromosikan rendang, termasuk menjadikannya bagian dari konsumsi jamaah haji asal Indonesia, mendapat apresiasi dari Kementerian Perindustrian. Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Reni Yanita, menyebut langkah ini sebagai bentuk diplomasi budaya yang membuka akses pasar global bagi pelaku industri kecil menengah (IKM) rendang.
“Dengan keunggulannya yang otentik dan berbasis rempah, rendang menjadi salah satu ikon kuliner yang sangat potensial untuk dipromosikan sebagai wajah Indonesia di pasar internasional,” ujar Reni dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (13/5).
Sebagai bentuk dukungan, Dirjen IKMA baru-baru ini meresmikan Gedung Fasilitas Produksi IKM Rendang Gadih di Payakumbuh. Peresmian ini menjadi simbol transformasi industri rendang lokal dari skala rumah tangga menjadi manufaktur modern yang higienis.
Rendang juga berperan penting dalam mendukung program nasional Indonesia Spice Up the World (ISUTW), yang menargetkan ekspor makanan olahan dan bumbu Indonesia hingga USD 2 miliar serta memperluas kehadiran restoran Indonesia di mancanegara.
Pemerintah Perkuat Sentra dan Standarisasi
Dalam membangun ekosistem industri rendang yang kuat, Pemerintah Kota Payakumbuh telah mengembangkan sentra IKM rendang lengkap dengan fasilitas produksi bersama dan program School of Randang. Program ini menjadi pusat edukasi untuk mengajarkan teknik memasak rendang secara autentik serta memenuhi standar keamanan pangan internasional.
Namun, Reni mengakui pengembangan IKM rendang menghadapi sejumlah tantangan seperti fluktuasi harga bahan baku, kebutuhan teknologi produksi, hingga penerapan standar mutu dan keamanan pangan.
Menjawab tantangan tersebut, Ditjen IKMA telah menjalankan berbagai program, termasuk revitalisasi sentra IKM, restrukturisasi mesin dan peralatan, fasilitasi sertifikasi HACCP dan SNI, hingga peningkatan desain kemasan melalui Klinik Desain Merek Kemas dan Rumah Kemasan.
“Kami juga memperluas akses pasar IKM melalui kemitraan dengan sektor horeca, ritel, serta mendorong inovasi produk melalui Indonesia Food Innovation (IFI),” jelas Reni.
IKM Rendang Gadih: Dari Lokal ke Nasional
Salah satu contoh sukses dari pengembangan ini adalah IKM Rendang Gadih atau PT Gadih Minang Anugrah. Perusahaan ini memproduksi rendang kemasan siap saji dan bumbu masak tanpa bahan pengawet, dengan lebih dari 20 varian produk. Kapasitas produksinya kini mencapai 4 ton per bulan.
Direktur IKM Pangan, Furnitur dan Bahan Bangunan, Bayu Fajar Nugroho, menjelaskan bahwa IKM Rendang Gadih telah mengantongi berbagai sertifikasi, seperti P-IRT, BPOM MD, NKV, dan HACCP. IKM ini juga telah mengikuti berbagai program dari Ditjen IKMA, termasuk IFI, restrukturisasi mesin (2022), dan memperoleh penghargaan IKM Unggulan OVOP Bintang 3 (2024).
“Produk Rendang Gadih kini sudah tersebar di Sumatera Barat, Jakarta, Tangerang, dan Pekanbaru. Ini menunjukkan potensi besar dari IKM yang mampu mengikuti standar industri,” kata Bayu.
Direktur Utama PT Gadih Minang Anugrah, Dedy Syandera Putera, menyampaikan apresiasinya atas dukungan dari berbagai pihak.
“Kami telah menerima tujuh penghargaan nasional, termasuk dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, LPPOM MUI, dan BPOM. Capaian ini menjadi motivasi kami untuk terus bertumbuh,” ujarnya.