SATUJABAR, BANDUNG – Monumen Perjuangan Jawa Barat di Jalan Dipatiukur Nomor 48 dibangun untuk memperingati perjuangan rakyat Jawa Barat melawan penjajah.
Monumen ini berhadapan langsung dengan Gedung Sate dan membelakangi Gunung Tangkuban Parahu.
Pemandu di Monumen Perjuangan, Mochamad Rikrik mengungkapkan, pembangunan Monumen Perjuangan memakan waktu selama 4 tahun.
Dimulai dari peletakkan batu pertama pada 1 Juni 1991, dan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, Raden Nana Nuriana pada 23 Agustus 1995.
Arsitek dari bangunan ini ialah Slamet Wirasonjaya dan seorang seniman, Sunaryo.
Menuju ke atas, pengunjung akan menaiki 17 anak tangga dan juga terdapat 8 buah pilar.
Bentuk dari monumen ini ialah lingkaran dengan diameter 45 meter.
Angka-angka tersebut melambangkan hari kemerdekaan Indonesia, yaitu 17 Agustus 1945.
Pada bagian atas, menjulang tinggi 5 buah tugu yang melambangkan simbol dasar Negara Indonesia, yaitu Pancasila.
Tinggi tugunya ialah 17 meter yang menyimbolkan tanggal kemerdekaan Indonesia.
Tugu tersebut berbentuk seperti sebuah bambu yang merupakan simbol orang Bandung. Karena sejak zaman dahulu masyarakat Bandung sudah berkaitan dengan bambu.
Selain itu, bentuk tugu seperti bambu runcing juga menjelaskan bahwa alat perang yang digunakan rakyat Indonesia dalam melawan para penjajah yaitu bambu runcing.
Diketahui, di masa lampau, Wanita yang melahirkan akan diputus ari-ari nya menggunakan hinis, sebuah alat pemotong dari bahan bambu.
Selain itu, anak laki-laki yang disunat akan dipotong menggunakan hinis.
Pada sisi kanan dan kiri dari Monumen Perjuangan, terdapat sebuah relief yang menceritakan perjalanan perjuangan rakyat Jawa Barat.
Dimulai dari masa kerajaan, kedatangan pasukan kolonial, hingga merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Di ujung relief, terdapat pintu masuk menuju ke Museum Monumen Perjuangan yang berlokasi tepat di bawah monumennya. Isi museum menjelaskan seputar peristiwa dan tokoh-tokoh di Jawa Barat.
Pada awal dirintis tahun 2012, museum masih disebut sebagai ruang pamer.
Karena untuk menjadi sebuah museum, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi. Barulah pada 2018, ruang pamer tersebut dapat disebut sebagai museum, seiring dengan bertambahnya koleksi.
FASILITAS
Museum ini menyediakan beberapa ruangan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh pengunjung museum, seperti auditorium, ruang dokumenter, ruang diorama, ruang pamer benda bersejarah, dan perpusatakaan.
Ketika masuk, pengunjung akan disuguhkan beberapa foto para tokoh pejuang asal Jawa Barat. Terdapat juga 12 manekin dengan beragam seragam prajurit jaman dahulu yang berdiri rapi dalam sebuah kotak kaca.
Auditorium digunakan untuk menayangkan film-film perjuangan yang disesuaikan dengan usia pengunjung.
Kapasitas pengunjung yang mencapai 150 orang, kini di batasi menjadi 50 orang saja sejak adanya pandemi Covid-19.
Terdapat literasi tentang pejuang dari jaman kerajaan, pahlawan pendidikan, dan politikus yang ada di Jawa Barat.
Ada juga sejarah singkat serta bendera setiap kabupaten/kota, dan foto-foto bangunan heritage yang kebanyakan terdapat di Kota Bandung.
Selanjutnya, ditampilkan 9 diorama yang menceritakan berbagai peristiwa. Ada peristiwa masuknya bangsa Portugis ke Indonesia, peristiwa Bandung Lautan Api, perjanjian Linggarjati, dan peristiwa-peristiwa lainnya.
Ruang terakhir yaitu ruang pamer benda bersejarah. Dipamerkan beberapa peninggalan dari Raden Ayu Lasminingrat, Dewi Sartika, Inggit Garnasih, R.E Martadinata, I.R Juanda, Otto Iskandar Dinata, dan Mak Eroh.
Benda-benda peninggalan dari jaman penjajahan juga dipamerkan di sini.
Terdapat senjata, helm baja, teropong, golok, pesawat telepon, topi laken, koper besi, tombak, keris, samurai, katana, dan pistol VOC.
Untuk mengunjungi monumen ini, pengunjung tidak dipungut biaya. Monumen dan museum beroperasi pukul 08.00-16.00 WIB pada hari Senin-Jumat, dan tutup di hari Sabtu-Minggu, serta hari libur nasional.
Pengunjung dapat melakukan reservasi seminggu sebelum berkunjung ke kantor UPTD Pengelolaan Kebudayaan Daerah Jawa Barat.
Sumber: bandung.go.id