Isi dari flashdisk itu dibuka juga di persidangan dalam konteks pembuktian.
SATUJABAR, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastika akan membuka isi flashdisk yang disita dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dari dua penggeledahan di rumah Hasto beberapa waktu lalu.
“Apa yang dilakukan penyidik tentunya itu dalam rangka pro justicia artinya berdasarkan hukum. Jadi ada sesuatu begitu ya, tidak bisa begitu saja dibuka ke publik,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu (11/1/2025).
“Nanti itu dibuka juga di persidangan dalam konteks pembuktian, ya keterangan ataupun juga bukti elektronik lain akan kami sajikan di pengadilan,” katanya lagi.
Asep mengatakan, penyitaan tersebut dilakukan dalam rangka pengamanan barang bukti dan memastikan konten dari alat bukti yang disita tetap utuh. Flashdisk tersebut, kata dia, akan diperlakukan sesuai prosedur penanganan barang bukti elektronik.
“Karena kami juga tidak bisa begitu saja misalkan membuka ya. Oh menemukan flashdisk, kami kan bawa komputer juga tuh, oh langsung dibuka. Nggak bisa, karena itu barang bukti elektronik, perlakuannya juga harus benar. Nanti kami bawa ke laboratorium forensik,” ujarnya.
Asep mengatakan, proses pembukaan terhadap barang bukti elektronik tersebut juga ada prosedurnya, salah satunya adalah divideokan proses pembukaan barang bukti elektronik tersebut untuk memastikan tidak konten yang ditambah ataupun dikurangi.
Asep juga mengatakan apabila memang alat bukti elektronik yang disita tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara yang disidik maka barang bukti tersebut pasti akan dikembalikan.
Karena itu, pihaknya menduga bahwa di dalam flashdisk itu ada bukti-bukti apakah itu, file apa, yang terkait gitu, dan tentu kalau tidak terkait juga pasti akan dikembalikan.
“Kami juga sebetulnya ini menduga bahwa di dalam flashdisk itu ada bukti-bukti apakah itu file yang terkait, begitu. Tentu kalau tidak terkait juga nanti pasti akan dikembalikan,” tuturnya.
Sebelumnya, KPK pada Selasa (7/1) menggeledah dua rumah milik Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat, dan Kebagusan, Jakarta Selatan. Dari kegiatan penggeledahan tersebut, penyidik melakukan penyitaan alat bukti surat berupa catatan dan barang bukti elektronik.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, HK mengatur dan mengendalikan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.
HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.
“HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019-23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.
Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.
Setyo menerangkan tindakan yang dilakukan Hasto dalam perkara obstruction of justice tersebut adalah sebagai berikut.
- Pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat operasi tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan, selaku penjaga rumah aspirasi Jl. Sutan Syahrir No 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK, untuk menelpon Harun Masiku untuk merendam ponselnya dengan air dan segera melarikan diri.
- Pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, yang bersangkutan memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP miliknya yang dipegang Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.
- Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Untuk diketahui, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia. (yul)