BANDUNG – Industri pengolahan nonmigas menunjukkan tren positif dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional. Berdasarkan data terbaru, sektor ini mencatat kontribusi sebesar 17,50 persen pada triwulan I-2025, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat 17,47 persen, serta lebih tinggi dari capaian sepanjang tahun 2024 yang berada pada angka 17,16 persen.
Kinerja positif ini juga mencerminkan tren pertumbuhan berkelanjutan pasca-pandemi Covid-19, di mana kontribusi sektor industri pengolahan nonmigas terus menunjukkan peningkatan sejak triwulan II-2022.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi capaian tersebut dan menyatakan bahwa hal ini merupakan bukti ketahanan serta daya saing industri manufaktur nasional, meskipun di tengah tekanan ekonomi global dan derasnya arus impor produk murah.
“Tren peningkatan ini adalah sinyal positif bahwa upaya pemerintah dalam memperkuat struktur industri nasional terus membuahkan hasil. Tujuan akhirnya adalah membangun industri yang terintegrasi dari hulu ke hilir dan mampu menciptakan nilai tambah tinggi serta menyerap tenaga kerja secara luas,” ujar Agus dalam keterangannya di Jakarta, Senin (5/5).
Ia menjelaskan bahwa strategi utama untuk memperkuat sektor ini meliputi kebijakan hilirisasi industri dan optimalisasi program Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), terutama melalui peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
“Kami telah memulai reformasi kebijakan TKDN sejak awal Januari 2025. Ini langkah penting untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, mengurangi ketergantungan terhadap impor, serta memperluas kesempatan kerja,” jelasnya.
Agus menekankan bahwa hilirisasi merupakan kunci transformasi ekonomi Indonesia dari berbasis komoditas mentah menjadi ekonomi bernilai tambah tinggi. Kebijakan tersebut telah memberikan dampak positif terhadap perekonomian nasional, termasuk dalam penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan ekspor.
Lebih lanjut, Agus menyatakan bahwa kombinasi kebijakan hilirisasi, peningkatan TKDN, serta transformasi industri berbasis teknologi dan riset akan terus mendorong kinerja sektor industri manufaktur sebagai fondasi utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Berdasarkan data World Bank, Indonesia masuk dalam jajaran 12 besar negara manufaktur dunia berdasarkan nilai tambah industri (Manufacturing Value Added/MVA) pada tahun 2023. Nilai MVA Indonesia mencapai USD255,96 miliar, meningkat 36,4 persen dari tahun sebelumnya dan menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah.
“Peningkatan MVA ini menunjukkan bahwa sektor manufaktur kita memiliki daya saing global. Untuk menjaga tren ini, diperlukan kebijakan yang strategis, pro-bisnis, dan pro-investasi,” kata Agus.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 4,31 persen pada triwulan I-2025. Pertumbuhan ini didorong oleh sejumlah sektor unggulan, seperti industri makanan dan minuman yang tumbuh 6,04 persen karena tingginya permintaan selama Ramadan dan Idulfitri.
Selain itu, industri logam dasar mencatat pertumbuhan signifikan sebesar 14,47 persen, didorong oleh meningkatnya permintaan ekspor, terutama besi dan baja. Industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki juga tumbuh 6,95 persen seiring meningkatnya permintaan domestik dan ekspor selama periode tersebut.