JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) terus mendorong transformasi industri fesyen nasional ke arah yang lebih berkelanjutan.
Salah satu langkah strategis dilakukan melalui edukasi konsep slow fashion, guna memperkuat daya saing industri kecil dan menengah (IKM), terutama di sektor fesyen dan kriya berbasis budaya lokal.
Dirjen IKMA Reni Yanita menegaskan bahwa kesadaran akan dampak lingkungan dari tren fast fashion mendorong lahirnya kebutuhan terhadap model bisnis fesyen yang lebih etis, ramah lingkungan, dan bermakna secara sosial.
“Konsep keberlanjutan bukan sekadar tuntutan pasar, tapi strategi penting untuk memperkuat daya saing IKM. Indonesia punya kekayaan wastra dan tradisi tekstil yang luar biasa, dan ini bisa menjadi kekuatan utama dalam pengembangan fesyen berkelanjutan,” ujar Reni di Jakarta, Sabtu (28/6).
Sebagai bagian dari inisiatif tersebut, Kemenperin melalui Balai Pemberdayaan Industri Fesyen dan Kriya (BPIFK) menggelar webinar berseri bertajuk “Sustainability: Membangun IKM Wastra Berkonsep Slow Fashion” pada 19–21 Juni 2025. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-45 Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas).
Webinar ini bertujuan membekali pelaku IKM dengan pengetahuan dan strategi dalam mengadopsi slow fashion, yang menitikberatkan pada produksi yang bertanggung jawab, etis, dan ramah lingkungan.
“Konsep ini selaras dengan semangat wastra nusantara yang menjunjung nilai-nilai kearifan lokal. Slow fashion menekankan kualitas dan etika produksi, sekaligus menjawab tantangan industri fesyen global yang tinggi emisi karbon dan boros sumber daya,” jelas Reni.
Ia juga menyoroti peluang besar yang dimiliki IKM, terutama karena konsumen muda seperti Gen Z mulai menunjukkan ketertarikan pada produk vintage, retro, dan circular fashion, yang semuanya sejalan dengan prinsip keberlanjutan.
“Ini peluang besar bagi pelaku IKM untuk menghasilkan produk yang tidak hanya menarik secara estetika, tapi juga relevan secara etika dan ekologis,” tambahnya.
Kepala BPIFK Dickie Sulistya menambahkan, kegiatan webinar ini merupakan bentuk nyata kolaborasi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku usaha dalam membangun ekosistem IKM fesyen yang inklusif dan berbasis budaya lokal.
“Industri fesyen nasional tidak hanya ditentukan oleh kreativitas produk, tetapi juga kemampuan beradaptasi terhadap tren global dan preferensi konsumen yang kini makin sadar lingkungan,” ujarnya.
BPIFK sendiri hadir sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk mendukung IKM fesyen dan kriya melalui pelatihan, inkubasi, serta fasilitasi promosi, agar produk-produk mereka mampu bersaing di pasar global.
Webinar tersebut menghadirkan sejumlah narasumber terkemuka seperti desainer Ali Charisma, perwakilan dari IDFL Indonesia, Torajamelo, dan PT Internasional Multi Nusa, yang membagikan wawasan dan pengalaman tentang pengembangan industri fesyen berkelanjutan.
Tiga topik strategis yang diangkat dalam webinar ini antara lain:
Mengintip Masa Depan dari Potensi Pasar Industri Fesyen Wastra,
Cintai Bumi, Lestarikan Budaya: Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Industri Wastra Berkelanjutan, dan
Melebarkan Sayap IKM Fesyen Wastra Menuju Pasar yang Lebih Luas.
Dickie berharap webinar ini tidak hanya menjadi ajang edukasi, tetapi juga pemicu komitmen bersama untuk membangun industri fesyen Indonesia yang lebih hijau, inovatif, dan berakar pada warisan budaya lokal.
“Kami ingin IKM fesyen nasional mampu menjawab tantangan global lewat produk yang bukan hanya indah dan berkualitas, tapi juga berkelanjutan,” pungkasnya.