BANDUNG – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi dan membangkitkan kembali kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional di tengah tekanan global. Pemerintah menyatakan tidak akan membiarkan sektor ini menghadapi tantangan sendiri, melainkan akan terus bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan industri.
Hal tersebut disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat melakukan kunjungan kerja ke pameran Inatex – Indo Intertex 2025 di Jakarta, Kamis (17/4/2025). Dalam kesempatan itu, Menperin menegaskan bahwa pemerintah hadir memberikan berbagai dukungan untuk memperkuat daya saing industri TPT nasional.
“Pemerintah tidak akan membiarkan sektor TPT berjalan sendiri. Kami bersama dunia usaha berkomitmen untuk mencari solusi atas permasalahan yang ada di lapangan,” kata Menperin Agus melalui keterangan resmi.
Untuk mendongkrak kinerja industri TPT, pemerintah telah menyiapkan sejumlah kebijakan strategis, seperti fasilitasi pembiayaan, pelatihan SDM industri, serta penguatan pengawasan impor dan pengendalian produk asing.
“Pasar domestik Indonesia sangat besar, dengan hampir 300 juta penduduk dan kebutuhan sandang tinggi. Melindungi industri TPT lokal berarti melindungi jutaan pekerja di dalamnya. Maka dari itu, kami juga memberikan insentif khusus bagi industri padat karya seperti TPT,” jelas Agus.
Industri TPT dinilai sebagai sektor strategis karena padat karya dan berorientasi ekspor. Pengembangannya telah tercantum dalam berbagai kebijakan nasional, antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015, Kebijakan Industri Nasional 2020–2024, dan roadmap Making Indonesia 4.0.
Dalam dialog langsung dengan pelaku industri di lokasi pameran, Menperin menerima berbagai masukan, termasuk keluhan terkait membanjirnya impor pakaian jadi yang menekan daya saing produk dalam negeri. Banyak dari barang impor tersebut disebut berasal dari negara-negara yang terkena dampak perang dagang AS-Tiongkok, dan dialihkan ke pasar negara berkembang seperti Indonesia, termasuk melalui praktik transshipment.
“Praktik impor tidak sehat seperti transshipment harus diawasi dan ditindak tegas. Kami mendorong pengetatan prosedur penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) guna mencegah penyalahgunaan dokumen impor,” tegasnya.
Agus juga menekankan pentingnya peran industri TPT dalam menopang perekonomian nasional melalui ekspor dan penyerapan tenaga kerja.
“Kami berharap industri tekstil tidak hanya mampu bertahan di tengah ketidakpastian global, tetapi juga tumbuh positif agar dapat memperkuat cadangan devisa dan memanfaatkan bonus demografi secara produktif,” tambahnya.
Kinerja industri TPT pada 2024 menunjukkan tren positif. Sektor ini menjadi kontributor kelima terbesar terhadap ekspor industri manufaktur nasional dengan nilai ekspor mencapai USD 11,96 miliar atau setara 6,08 persen dari total ekspor industri manufaktur. Sementara itu, impor turun sebesar 6,20 persen, mendorong kenaikan neraca perdagangan TPT hingga 20,99 persen.
Hingga Agustus 2024, industri TPT juga telah menyerap sekitar 3,97 juta tenaga kerja, atau 19,9 persen dari total tenaga kerja di sektor manufaktur. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sektor ini tercatat sebesar 4,26 persen secara tahunan.
Dari sisi investasi, sepanjang 2019 hingga triwulan III 2024, sektor TPT mencatat Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp24,44 triliun dan Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar USD 2,59 miliar dengan total 18.493 proyek. Meskipun mayoritas investasi mengalir ke industri tekstil, sektor pakaian jadi tercatat lebih besar dalam menyerap tenaga kerja.