BANDUNG – Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok semakin memperkuat kerja sama bilateral di sektor ekonomi, khususnya industri. Hal ini diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara PT Agrobisnis Komoditas Indonesia (Agrasi) dan GuangXi Huapin Agricultural Technology Co., Ltd., yang difasilitasi oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
Kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan rantai nilai industri porang, salah satu komoditas yang tengah berkembang di Indonesia.
Pada MoU yang ditandatangani, PT Agrasi sepakat untuk mengekspor serpih porang sebanyak 50.000 ton per tahun untuk memenuhi kebutuhan GuangXi Huapin. Penandatanganan tersebut disaksikan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, dan Wakil Walikota Guigang, Nong Zhuosong, di Jakarta baru-baru ini.
“Kerja sama antara Agrasi dan Huapin ini tidak hanya mencakup penjualan serpih porang, tetapi juga pengembangan rantai pasok dan industri hilir porang di Indonesia,” ujar Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro, Jumat (29/11) seperti dikabarkan Humas Kemenperin.
Putu menjelaskan, pada tahap awal kerja sama ini, sebanyak 21 industri kecil dan menengah (IKM) telah menerima bantuan fasilitas produksi berupa mesin pengering serpih porang. “Targetnya, pada 2028 akan terjadi transfer teknologi dan produksi tepung glukomanan sesuai dengan spesifikasi industri di Indonesia,” tuturnya.
Sebelumnya, pada 4 Januari 2024, kedua belah pihak telah menandatangani kontrak kerja sama untuk jual beli serpih porang sebanyak 25.000 ton per tahun selama enam tahun (2024-2030). Pada 26 November 2024, kesepakatan diperbaharui dengan peningkatan jumlah ekspor menjadi 50.000 ton per tahun.
“Peningkatan ekspor serpih porang ini juga dilengkapi dengan fasilitasi mesin pengering ber-TKDN yang akan digunakan oleh IKM di sentra produksi porang,” tambah Putu.
Putu juga menjelaskan bahwa kerja sama ini diharapkan dapat menjaga stabilitas harga bahan baku porang, dengan harga yang dipatok antara Rp4.000 hingga Rp4.500 per kilogram melalui sistem contract farming. Stabilitas harga ini penting untuk mendorong motivasi petani dalam menanam porang, sehingga pasokan bahan baku dapat terjaga secara berkesinambungan.
Selain itu, dalam kerja sama ini, Agrasi dan Huapin juga berkomitmen untuk melakukan injeksi teknologi di daerah-daerah penghasil porang dan meningkatkan penguasaan teknologi pengolahan porang serta pelatihan sumber daya manusia (SDM) lokal.
“Harapannya, pada 2030, industri permurnian glukomanan di Indonesia dapat mencapai 95 persen, menjadikan Indonesia sebagai pionir utama dalam industri glukomanan global,” ujar Putu.
Wakil Walikota Guigang, Nong Zhuosong, juga memberikan dukungannya terhadap kerja sama ini. Ia berharap ke depan, Guigang akan menjadi pusat industri konjak (porang), yang merupakan salah satu produk utama dari bahan baku porang.
Dengan kerja sama yang terus berkembang ini, Indonesia dan Tiongkok diharapkan dapat memperkuat posisinya dalam industri porang global serta menciptakan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi kedua negara.