BANDUNG – Harga Referensi CPO April 2025 dalam rangka untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Pungutan Ekspor (PE) ditetapkan sebesar USD 961,54 per metrik ton (MT).
Nilai komoditas minyak kelapa sawit ini mengalami peningkatan sebesar USD 7,03 atau 0,74 persen dibandingkan dengan HR CPO periode Maret 2025 yang tercatat sebesar USD 954,50/MT.
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 447 Tahun 2025.
Plt. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, menjelaskan bahwa BK CPO untuk periode April 2025 mengacu pada Kolom Angka 7 Lampiran Huruf C Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024, yang menetapkan besaran BK sebesar USD 124/MT. Sementara itu, PE CPO untuk periode tersebut mengacu pada Lampiran I PMK Nomor 62 Tahun 2024, yang dihitung sebesar 7,5 persen dari HR CPO, yaitu sekitar USD 72,1152/MT.
“HR CPO saat ini turun mendekati ambang batas USD 680/MT. Oleh karena itu, berdasarkan PMK yang berlaku, pemerintah mengenakan BK sebesar USD 124/MT dan PE sebesar 7,5 persen dari HR CPO untuk periode April 2025,” ujar Isy melalui keterangan resmi.
Sumber harga untuk penetapan HR CPO diperoleh dari rata-rata harga selama periode 25 Februari hingga 24 Maret 2025 di tiga pasar, yaitu Bursa CPO Indonesia dengan harga USD 857,47/MT, Bursa CPO Malaysia dengan harga USD 1.065,60/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam dengan harga USD 1.553,06/MT.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022, jika terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga lebih dari USD 40, maka HR CPO dihitung dengan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dengan median. Berdasarkan perhitungan ini, HR CPO untuk periode April 2025 ditetapkan sebesar USD 961,54/MT.
Selain itu, minyak goreng (RBD Palm Olein) dalam kemasan bermerek dengan berat netto ≤ 25 kg akan dikenakan BK sebesar USD 31/MT, sesuai dengan Kepmendag Nomor 448 Tahun 2025 yang mengatur daftar merek RBD Palm Olein dalam kemasan bermerek.
Peningkatan HR CPO ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain penurunan permintaan, terutama dari India dan Tiongkok, serta penurunan pasokan akibat curah hujan tinggi yang terjadi di sebagian wilayah Sumatra dan Malaysia.