Di ruang pamer Museum Naturalis yang megah, suasana hening sejenak ketika sebuah kotak khusus berisi fragmen fosil manusia purba dipresentasikan. Fosil itu bukan sembarang fosil—ia adalah Pithecanthropus erectus, atau yang kini dikenal sebagai Homo erectus, hasil temuan Eugène Dubois di Trinil lebih dari satu abad lalu.
Hari itu, Jum’at 26 September 2025, saksi sejarah tercipta. Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, dengan langkah mantap maju menerima koleksi yang lama dirindukan tanah airnya: Koleksi Dubois, sebanyak 28 ribu artefak fosil, akhirnya resmi dipulangkan oleh Pemerintah Belanda.
“Hari ini kita menutup jurang sejarah dan memulihkan martabat pengetahuan yang lahir dari Trinil,” ucap Fadli dengan suara bergetar, penuh kebanggaan. “Kepulangan Koleksi Dubois adalah bukti diplomasi budaya Indonesia bekerja. Kepemilikan sah NKRI diakui, dan akses riset dunia tetap terjaga.”
Momen ini bukan sekadar serah terima. Ia adalah pemulihan kedaulatan, kemenangan strategis Indonesia, dan tanda babak baru hubungan diplomasi budaya dengan Belanda.
Di hadapan Presiden RI Prabowo Subianto yang sedang melakukan kunjungan kerja di Belanda, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda, Gouke Moes, menegaskan komitmen negaranya. “Pengembalian ini adalah bentuk tanggung jawab kami dalam repatriasi koleksi kolonial,” katanya.
Fadli Zon menanggapinya dengan penuh keyakinan, “Koleksi Dubois kini kembali pulang ke rumahnya. Namun pintu ilmu pengetahuan dunia tetap terbuka. Indonesia berdiri sebagai subjek pengetahuan, bukan sekadar lokasi temuan.”

Perjalanan Panjang Menuju Kepulangan
Pengembalian ini bukanlah proses singkat. Tim Repatriasi Kementerian Kebudayaan sejak awal 2025 telah melakukan riset mendalam, menelusuri asal-usul, dan berunding intensif dengan Colonial Collections Committee (CCC) Belanda.
Tak hanya soal serah terima, kedua negara juga menyepakati pembentukan tim gabungan untuk memastikan keamanan pemindahan, konservasi, pameran, digitalisasi, hingga peningkatan kapasitas peneliti. Dengan begitu, koleksi ini tak hanya kembali, tapi juga hidup sebagai sumber ilmu pengetahuan lintas generasi.
Lebih dari Sekadar Fosil
Bagi Fadli Zon, kepulangan Koleksi Dubois adalah preseden penting. “Setelah Dubois, kita akan terus melanjutkan pemulangan koleksi penting lainnya. Artefak budaya kita harus kembali ke akarnya, agar ilmu pengetahuan tumbuh dari sumbernya dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia,” ujarnya.
Dan sore itu, di bawah lampu-lampu museum yang hangat, fosil-fosil itu seolah berbisik: perjalanan panjang mereka berakhir di rumah. Indonesia bukan lagi hanya nama di catatan kaki sejarah dunia. Indonesia kini berdiri tegak sebagai pemilik sah peradaban, sebagai tanah asal ilmu pengetahuan manusia.
Sebuah kemenangan sejarah. Sebuah kepulangan yang mengobati rindu lebih dari seratus tahun lamanya.