Bila diuangkan, susu yang dibuang sia-sia itu mencapai Rp 2,1 miliar per hari.
SATUJABAR, JAKARTA — Dewan Persusuan Nasional (DPN) mengaku prihatin atas nasib para peternah susu sapi perah rakyat, yang terpaksa melakukan aksi membuang susu segar. Pasalnya, menurut catatan DPN, ada lebih dari 200 ton susu segar per hari yang terpaksa harus dibuang oleh para peternak.
Padahal, produksi susu sapi ini dibanderol dengan harga sekitar Rp 6.000 per liter. Bila dikalikan dengan susu yang dibuang sebanyak 200 ton, maka uang yang dibuan sia-sia itu mencapai Rp 2,1 miliar per hari.
Fakta itu yang membuat sejumlah pihak merasa prihatin. Ketua DPN Teguh Boediyana mengatakan, kasus pembuangan susu segar yang dihasilkan para peternak susu dilakukan karena tidak diserap dan atau dibeli oleh IPS.
Dia mengaku, prihatin atas tindakan IPS yang tidak bersedia menyerap susu segar yang dihasilkan para peternak. Hal itu dinilai sebagai suatu tindakan yang sangat tidak manusiawi dan merupakan pengingkaran kepada komitmen yang pernah disampaikan oleh IPS untuk menyerap dan membeli susu segar yang diproduksi oleh peternak sapi perah rakyat.
Tindakan IPS juga dinilai menambah penderitaan peternak sapi perah rakyat yang saat ini sudah termarjinalisasi. Serta, tidak pernah memperoleh nilai tambah dari susu segar yang dihasilkan.
DPN juga menilai, tindakan tidak menyerap susu segar dari peternak sapi perah adalah sebagai akibat tidak adanya peraturan perundang-undangan yang melindungi usaha peternak sapi perah rakyat dan menjamin kepastian pasar dari susu segar yang di hasilkan.
Oleh sebab itu, DPN mendesak, pemerintah untuk menindak tegas mengenai masalah yang dihadapi peternak susu sapi. Menurut Teguh, pemerintah Prabowo Subianto mestinya menerbitkan aturan yang berpihak pada peternak rakyat, terlebih susu saat ini menjadi salah satu komoditas yang masuk dalam program strategis nasional.
“Terkait dengan hal itu, Dewan Persusuan Nasional mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan pemerintah sekurang-kurangnya dalam bentuk Peraturan Presiden atau Instruksi Presiden guna melindungi keberadaan dan kelanjutan usaha sapi perah peternak rakyat,” ucapnya.
Teguh mengatakan, peraturan tersebut dapat menjadi pengganti Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1985 Tentang Koordinasi Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional yang dicabut pada awal tahun 1998 karena mengikuti Letter of Intent antara pemerintah RI dengan IMF.
Selain itu, Teguh mengatakan, pemerintah semestinya memberlakukan kembali kebijakan rasio impor susu yang dikaitkan dengan realisasi penyerapan susu segar. Kebijakan tersebut, sudah dilaksanakan sebelum era reformasi, dan dikenal dengan adanya Bukti Serap (Busep).
Lalu, pemerintah segera melakukan tindakan yang tegas kepada Insdustri Pengolah Susu untuk menyerap produksi susu segar dari peternak sapi perah rakyat. Sehingga, tidak lagi terjadi adanya kasus pembuangan susu segar seperti yang ada saat ini,” tandasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) Saan Mustopa mengatakan, peternak susu sapi lokal harus memperoleh perhatian khusus.
Hal itu menyikapi perkara yang tengah dihadapi pada peternak susu sapi di sejumlah daerah yang terpaksa membuang susu akibat diduga adanya pembatasan kuota dari Industri Pengolah Susu (IPS).
Saan meminta, pemerintah untuk memberikan perhatian prioritas kepada peternak lokal, di samping aktivitas impor masih tetap dilakukan guna memenuhi kebutuhan susu nasional. (yul)