SATUJABAR, SUKABUMI — Vegetasi hutan, atau kumpulan tumbuh-tumbuhan di kawasan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, telah hilang hingga 65 persen. Hilangnya tutupan hutan, alias gundul hingga 65 persen di daerah dengan topografi yang cukup curam, menjadi biang kerok terjadinya bencana banjir, tanah longsor, dan pergerakan tanah di wilayah Kabupaten Sukabumi.
Hilangnya vegetasi hutan, atau kumpulan tumbuh-tumbuhan di kawasan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi, hingga 65 persen, disampaikan Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq, saat meninjau lokasi bencana banjir bandar, tanah longsor, dan pergerakan tanah di Desa Lembursawah, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Sukabumi, pada Minggu (15/12/2024).
Hanif merasa prihatin dengan kondisi yang terjadi di wilayah Kecamatan Pabuaran, hasil dari pemantauan citra satelit, setelah terjadinya bencana banjir bandang, tanah longsor, dan pergeseran tanah di sejumlah titik di Kabupaten Sukabumi.
“Tentunya, kami sangat prihatin dengan kondisi di Kecamatan Pabuaran. Dari hasil pemantauan citra satelit, tutupan hutan di daerah ini telah hilang hingga 65 persen, sementara topografi lerengnya cukup curam,” ujar Hanif.
Hanif mengatakan, hilangnya tutupan hutan, alias gundul, menjadi biang kerok, atau penyebab terjadinya bencana. Ditambah cuaca ekstrem dengan tingginya intensitas hujan dan angin, mendorong terjadinya tanah longsor, pergerakan tanah, hingga banjir bandang, sebagai bencana, sekaligus ancaman serius ke depannya.
Hanif menegaskan, perlu langkah-langkah serius dan konkret untuk memperbaiki areal lahan, terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikaso, yang kondisi lahannya tidak stabil. Langkah tersebut bisa dilakukan dengan metode vegetatif, atau menanam kembali, dan teknis sipil.
“Kami, Kementerian LH (Lingkungan Hidup), akan mendukung penghijauan dengan tanaman jenis multi-strata dan tanaman keras, seperti jabon, mahoni, serta jati, yang sudah dikembangkan masyarakat setempat,” ungkap Hanif.
Hanif menyebutkan, tanaman hortikultura yang mendominasi daerah tersebut, sudah tidak mampu menahan erosi. Sehingga, limpasan permukaan, atau surface runoff menjadi tinggi, harus ada kegiatan vegetasi dan teknis sipil untuk mengurangi risiko bencana.
Hanif juga menyampaikan komitmennya untuk mengingatkan kementerian terkait, termasuk Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum, Gubernur, dan Bupati, agar lebih serius menangani masalah lingkungan. Apalagi, ada laporan hasil temuan Walhi tentang adanya eksploitasi hutan secara sporadis oleh pertambangan.
“Saya mendapat laporan adanya aktivitas tambang dan kegiatan di kawasan hutan yang tidak ramah lingkungan. Kami akan cek, termasuk pengawasan dan penegakan hukum bila diperlukan,” tegas Hanif.
Hanif juga mengingatkan berdasarkan laporan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), dan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), ancaman hidrometeorologi diperkirakan terus meningkat seiring dengan tingginya curah hujan dan angin kencang. Hanif mengimbau masyarakat tetap waspada dan bersiaga, terutama dalam menjaga kesehatan lingkungannya.
“Kami akan serius mendalami, dan sudah melakukan pemetaan lokasi. Setelah tanggal darurat selesai dilaksanakan, kami akan melakukan frienship dan apa pengaruhnya terkait kualitas lingkungan, begitupun sampah-sampah harus ditangani sebagai faktor penyebab terjadinya banjir,” jelas Hanif.
Hanif didampingi jajaran dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sukabumi, mendatangi posko pengungsian untuk melihat kondisi masyarakat terdampak. Kementerian Lingkungan Hidup memberikan bantuan buat para korban di lokasi bencana.(chd)