SATUJABAR, JAKARTA — Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama UNESCO menggelar diskusi “Peran Media dalam Pilkada 2024” di Jakarta pada 14 November 2024, diikuti oleh lebih dari 120 peserta dari media, jurnalis, akademisi, dan mahasiswa. Kegiatan ini juga memperingati The International Day to End Impunity for Crimes Against Journalists pada 2 November lalu.
Diskusi ini merupakan bagian dari program pengembangan kapasitas jurnalis yang didukung UNESCO dan Uni Eropa. Ketua Umum AMSI, Wahyu Dhyatmika, menekankan pentingnya jurnalisme berkualitas dalam peliputan Pilkada dan peran AMSI dalam mendukung media untuk menghasilkan konten yang sehat dan mendalam.
Stephane Mechati, Penasehat Menteri dan Wakil Kepala Misi Uni Eropa untuk Indonesia, dalam sambutannya menyoroti pentingnya peran media dalam menjaga demokrasi, terutama di Indonesia, tentang situasi demokrasi dan peran media masyarakat untuk menjaga demokrasi, termasuk di Indonesia.
“Media adalah pilar penting dalam sistem demokrasi. Saat ini kita menghadapi masa sulit demokrasi secara global. Demokrasi menghadapi tantangan karena naiknya populisme, rasisme, islamophobia dan tidak bisa mengingkari ini terjadi. Jurnalis adalah pembela hak asasi manusia selama mereka bekerja dengan profesional. Karena itu kami berkolaborasi dengan lembaga PBB (UNESCO) untuk mendukung peningkatan kapasitas jurnalis untuk menulis cerita kelompok-kelompok yang tidak terwakili ‘underrepresented’ dari berbagai daerah di tingkat lokal dan melindungi selamatan mereka,” ujarnya.
Maki Katsuno-Hayashikawa, Direktur UNESCO Jakarta, menyampaikan bahwa UNESCO mempromosikan kebebasan pers dan keselamatan jurnalis melalui pelatihan di tiga wilayah rawan konflik. Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kapasitas jurnalis dalam meliput isu sensitif Pilkada, dengan fokus pada jurnalisme solusi, data, dan penanggulangan disinformasi. Maki juga menekankan pentingnya kolaborasi antar media untuk meningkatkan keselamatan jurnalis.
Program ini dimulai dengan pelatihan di Banda Aceh, Jakarta, dan Manado untuk meningkatkan kapasitas jurnalis dalam meliput isu sensitif Pilkada. AMSI juga memberikan beasiswa kepada 23 jurnalis terpilih, yang karya-karyanya tentang isu-isu seperti identitas ganda dan dinasti politik telah dibukukan dan diluncurkan.
Pada sesi pertama diskusi, Adhitya Widya Putri (Deduktif.id) berbagi pengalaman meliput dinasti politik di Banten, yang berdampak pada kemiskinan dan korupsi di wilayah tersebut, meskipun ia tidak menerima ancaman selama peliputan.
Pada sesi kedua, Luviana Ariyanti (konde.co) memandu diskusi dengan narasumber Elin Yunita Kristanti (Liputan6.com), Totok Hariyono (Bawaslu RI), Totok Suryanto (Dewan Pers), dan August Mellaz (KPU RI). Elin Yunita Kristanti mengingatkan agar sengketa pemberitaan diselesaikan sesuai aturan, dengan melapor ke Dewan Pers, bukan ke polisi, seperti yang ditegaskan juga oleh Totok Suryanto.
Trainer Anastasya Andriarti berbagi pengalaman sebagai mentor AMSI-UNESCO, menyebutkan tantangan utama dalam meliput Pilkada sensitif konflik adalah kolaborasi antar jurnalis dari wilayah berbeda.
Adithya Widya Putri, jurnalis peserta fellowship, mengapresiasi kegiatan ini karena materi yang relevan dengan tantangan jurnalis dalam meliput isu politik dan Pilkada. Ia berharap AMSI dan UNESCO dapat mengadakan acara serupa di berbagai daerah di Indonesia.
Kegiatan ditutup dengan mini workshop yang dipandu oleh Adi Marsiela dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) tentang panduan keamanan fisik dan digital yang saat ini juga menjadi tantangan dan ancaman bagi jurnalis dan media. (nza)