SATUJABAR, BANDUNG–Kejaksaan Tinggi (Kejati) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari), serta Bupati dan Walikota, sepakat menerapkan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana ringan. Pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana dibawah ancaman hukuman lima tahun sebagai alternatif pengganti hukuman penjara tersebut, disepakati dan ditandatangani dalam nota kesepahaman.
Kesepakatan dan penandatanganan nota kesepahaman terkait pelaksanaan pidana kerja sosial, berlangsung di Gedung Swantantra Wibawa Mukti, Kabupaten Bekasi, Selasa (04/11/2025). Kesepakatan dan penandatanganan sebagai langkah awal penerapan pidana kerja sosial, sinergi Kejaksaan Tinggi (Kejati) bersama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari), serta Bupati dan Walikota, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 huruf e Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tahun 2023.
Melalui skema yang diterapkan, pelaku tindak pidana ringan tidak harus dijebloskan ke dalam ruang penjara, melainkan diwajibkan menjalani kerja sosial di ruang publik.
“Ini kerjasama Kejati, Pemprov Jabar, seluruh Kejari, serta kepala daerah di wilayah Jawa Barat. Tujuannya, mempersiapkan pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana diatur dalam Pasal 65 huruf e KUHP tahun 2023,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar, Nur Sricahyawijaya, dalam keterangannya, Rabu (05/11/2025).
Nur Sricahya mengatakan, pidana kerja sosial merupakan bentuk pidana pokok alternatif. Pelaksanaannya di ruang publik, sehingga butuh sinergi melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
Dalam penerapan skema, Kejati Jabar bertindak sebagai pelaksana putusan pengadilan. Sementara kapasitas pemerintah daerah, menyediakan fasilitas dan ruang sosial bagi terpidana dalam melaksanakan pidana sosial dalam bentuk kegiatan pembinaan di ruang publik, atau lingkungan masyarakat.
“Pelaksanaan pidana kerja sosial diharapkan menjadi solusi pembinaan yang lebih efektif, dibandingkan hukuman penjara. Ini dikhususkan untuk tindak pidana ringan, dengan ancaman hukuman di bawah lima tahun,” kata Nur Sricahya.
Nur Sricahya menambahkan, pelaksanaannya juga diharapkan bisa memberi kontribusi positif bagi masyarakat. Keberhasilan implementasi pidana kerja sosial akan mencerminkan penegakan hukum yang adaptif, adil, humanis, serta selaras dengan nilai keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Mengenai bentuk pelaksanaan pidana kerja sosial akan disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Bisa membantu membersihkan tempat ibadah, fasilitas umum, panti asuhan, panti sosial, dan lembaga sosial lainnya.
Kepala Kejati Jabar, Hermon Dekristo, mengapresiasi dukungan langkah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Gubernur Jawa Barat, serta seluruh Bupati dan Walikota. Sinergi diperlukan, karena pelaksanaan pidana kerja sosial tidak dapat dilakukan hanya oleh penegak hukum, tetapi butuh dukungan penuh dari Pemerintah Daerah sebagai bagian mitra strategis.
Hermon berharap, Jawa Barat dapat dijadikan model percontohan secara nasional dalam penerapan pidana kerja sosial. Selain itu, bisa menunjukkan bahwa pembaruan hukum dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai kemanusiaan, budaya dan kearifan lokal yang menjungjung semangat silih asah, silih asih, dan silih asuh.
“Harapan kami, kerja sama ini membawa manfaat besar bagi masyarakat, dan menjadi langkah awal yang baik. Selain itu, bisa memperkuat sinergi Kejaksaan dan Pemerintah Daerah demi terwujudnya penegakan hukum yang humanis, berkeadilan, dan bermartabat,” ujar Hermon.

