JAKARTA – Dalam momentum peringatan Hari Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (HMKG) ke-78, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) resmi meluncurkan Gedung Multi Hazard Early Warning System (MHEWS), sebuah pusat komando sistem peringatan dini multi-bahaya pertama di Indonesia yang dirancang tahan gempa.
Berlokasi di Jakarta, gedung seluas 8.450 m² ini menjadi jantung sistem nasional peringatan dini yang beroperasi 24 jam nonstop. Dilengkapi teknologi base isolation tipe Friction Pendulum, gedung ini mampu meredam guncangan gempa hingga periode ulang 2.500 tahun, menjadikannya salah satu infrastruktur tangguh bencana paling modern di Asia Tenggara.
“Gedung ini berdiri dengan teknologi base isolation—peredam gempa yang dipasang di fondasi, ditanam hampir 30 meter ke dalam tanah keras, menggantikan tanah lunak untuk mengurangi efek amplifikasi gempa,” ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam peresmian yang digelar Senin (21/7).
Dwikorita menjelaskan, gedung ini dibangun sebagai pusat integrasi sistem peringatan dini nasional, meliputi Tsunami Early Warning System (TEWS), Earthquake Early Warning System (EEWS), Meteorology Early Warning System (MEWS), dan Climatology Early Warning System (CEWS), yang seluruhnya kini berada dalam satu sistem terpadu dan terpantau dalam satu ruang kendali.
“Pembangunan ini merupakan pembelajaran dari pengalaman pahit bencana besar seperti tsunami Aceh 2004 dan Palu 2018. Kita tidak ingin kegagapan itu terulang,” tegasnya.
MHEWS merupakan bagian dari proyek Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP) yang didukung oleh berbagai pihak. Sebagai pusat utama di Jakarta, gedung ini juga memiliki fasilitas cadangan (backup center) yang tengah dibangun di Denpasar, Bali, dengan versi lebih sederhana namun tetap tangguh.
Gedung utama terdiri dari sembilan lantai dan dua basement dengan luas total mencapai 8.679,88 m², dan dilengkapi 23 titik base isolator Friction Pendulum yang dipasang dengan sistem jacking demi akurasi dan keamanan tinggi.
Teknologi MHEWS sendiri dikembangkan oleh talenta muda BMKG yang telah belajar dari berbagai negara. Dengan sistem ini, Indonesia kini dapat memantau berbagai potensi bencana secara simultan—mulai dari gempa bumi, tsunami, cuaca ekstrem, perubahan iklim, hingga kualitas udara.
Peresmian gedung ini turut dihadiri oleh sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Sekretaris Utama BNPB, Rustian, yang menyoroti pentingnya sistem peringatan dini sebagai bagian dari upaya mitigasi risiko bencana.
“Indonesia mengalami 3.000 hingga 5.000 bencana setiap tahun, dengan kerugian mencapai Rp23–30 triliun. Kehadiran gedung ini adalah langkah awal penting dalam membangun ekosistem mitigasi yang tangguh,” ungkap Rustian.
Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii, menambahkan bahwa gedung MHEWS bukan hanya fasilitas fisik, melainkan simbol kemajuan sistem peringatan dini nasional.
“Gedung ini akan menjadi pusat kendali strategis yang memfasilitasi komunikasi bencana dan pengambilan keputusan dalam kondisi krisis,” tegas Syafii.
Sementara itu, Direktur Operasional I PT Wijaya Karya Bangunan Gedung (WEGE), Bagus Tri Setyana, menyebut proyek ini sebagai wujud kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.
“Teknologinya dari Italia, tapi sebagian besar komponennya diproduksi secara lokal oleh anak perusahaan kami, WIKA Industri Baja, sehingga nilai TKDN-nya tinggi,” jelas Bagus.
Acara peresmian ditutup dengan pemotongan pita dan kunjungan ke seluruh area gedung. BMKG berharap kehadiran fasilitas ini dapat memperkuat koordinasi dan respon cepat terhadap bencana, serta menjadi simbol kolaborasi nasional dalam membangun Indonesia yang tangguh terhadap berbagai ancaman multi-bahaya.