BANDUNG – Pestisida nabati mimba (Azadirachta indica) kini semakin dilirik sebagai solusi efektif dan ramah lingkungan dalam pengelolaan serangga hama. Dengan mekanisme kerja yang unik, pestisida ini mampu mengatasi masalah resistensi hama sekaligus menjaga keseimbangan ekosistem.
Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dodin Koswanudin, menjelaskan bahwa mimba, yang dikenal luas sebagai tanaman dengan banyak manfaat, memiliki potensi besar dalam pengendalian hama. Daun, biji, dan kulit kayu mimba mengandung senyawa aktif seperti azadirachtin, yang terbukti efektif sebagai insektisida alami. “Pestisida nabati berbasis mimba sangat potensial, tidak hanya mengendalikan serangga hama, tetapi juga mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan,” ungkap Dodin dalam Sharing Session Applied Zoology Commune Series #10, Selasa (3/12).
Dodin menjelaskan bahwa keunggulan pestisida nabati mimba dibandingkan pestisida kimia sintetik terletak pada mekanisme kerjanya yang kompleks, sehingga hama lebih sulit mengembangkan resistensi. “Selain itu, pestisida ini aman bagi musuh alami hama, seperti predator dan parasitoid, yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan ekosistem pertanian,” jelasnya.
Selain sebagai insektisida, mimba juga memiliki efek antifungal dan antimikroba, yang membantu mengendalikan penyakit tanaman. “Kami menemukan bahwa biji mimba efektif untuk mengendalikan tidak hanya serangga tetapi juga penyakit yang disebabkan oleh jamur,” tambah Dodin.
Meski memiliki banyak manfaat, pengolahan mimba menjadi pestisida nabati memerlukan teknik yang tepat. “Sumber daya ada, namun pengolahan dan formulasi pestisida ini tidak semudah yang dibayangkan,” kata Dodin.
Dodin menjelaskan bahwa pembuatan pestisida nabati berbasis mimba dimulai dengan mencampurkan 50 gram serbuk biji mimba (dari Lombok Timur) dengan 1 liter air dan 1 mililiter alkohol 70 persen. Campuran tersebut dibiarkan selama 12 jam, kemudian disaring dan ditambah 1 mililiter teepol atau perekat. Volume semprot yang digunakan adalah 500 liter per hektar, dengan enam kali aplikasi.
Dalam uji coba yang dilakukan, pestisida nabati berbasis mimba telah diterapkan pada berbagai tanaman hortikultura dan pangan, seperti bawang merah, padi, cabai, edamame, dan kentang. “Pada tanaman bawang merah, mimba terbukti efektif mengurangi populasi hama Thrips dan Liriomyza,” ujar Dodin.
Mimba juga menunjukkan hasil signifikan dalam mengurangi serangan wereng coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi setelah tujuh kali aplikasi. “Kami melihat penurunan populasi hama yang nyata dibandingkan dengan kontrol tanpa perlakuan,” katanya.
Namun, ada tantangan dalam penerapan pestisida nabati mimba di lapangan, seperti kesulitan mencampur ekstrak mimba dengan air karena senyawa aktif dalam mimba bersifat hidrofobik. “Kami perlu menambahkan bahan lain untuk memastikan larutan tetap stabil,” jelas Dodin.
Selain itu, biaya formulasi dan waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan menjadi hambatan bagi petani, yang cenderung memilih pestisida sintetik karena lebih praktis dan tersedia dalam kemasan kecil. “Inilah yang perlu kita edukasi lebih lanjut kepada petani,” tambahnya.
Dodin menekankan pentingnya kolaborasi antara peneliti, pemerintah, dan petani untuk mengembangkan pestisida nabati seperti mimba. “Kita memiliki kekayaan hayati yang melimpah, namun perlu dukungan dalam penelitian, pengolahan, dan penyuluhan kepada petani,” ujarnya.
Dia juga berharap agar lebih banyak penelitian dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan kepraktisan pestisida nabati. “Pestisida nabati seperti mimba adalah masa depan pertanian yang berkelanjutan. Dengan formulasi dan edukasi yang tepat, kita bisa mengurangi ketergantungan pada pestisida kimia dan menciptakan pertanian yang lebih ramah lingkungan,” pungkas Dodin.