BANDUNG – Kinerja industri manufaktur Indonesia menunjukkan tren positif meskipun di tengah ketidakstabilan kondisi global. Berdasarkan hasil analisis Tim Analis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kementerian Perindustrian, pada bulan November 2024, Indeks Kepercayaan Industri (IKI) tercatat mencapai 52,95, yang menunjukkan ekspansi. Angka ini meningkat 0,20 poin dibandingkan dengan Oktober 2024 dan 0,52 poin dibandingkan dengan November 2023.
“Peningkatan IKI bulan November ini ditopang oleh ekspansi 21 subsektor yang menyumbang 99,3% terhadap PDB Industri Manufaktur Nonmigas pada Triwulan II 2024,” ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (28/11).
Peningkatan ini juga didorong oleh sejumlah faktor, antara lain kenaikan ekspansi indeks pesanan baru sebesar 2,58 poin menjadi 54,2, meskipun indeks persediaan sedikit menurun 1,18 poin menjadi 54,68 dibandingkan bulan sebelumnya. Namun, sektor produksi menunjukkan kontraksi dengan penurunan 2,84 poin menjadi 49,72 akibat penguatan nilai tukar dolar AS yang menyebabkan kenaikan harga bahan baku impor.
Menurut Febri, meskipun sektor industri berorientasi ekspor menghadapi tantangan berupa penurunan permintaan global, sektor yang berfokus pada pasar domestik mencatatkan kinerja yang lebih baik. “Industri yang berorientasi pasar domestik masih menunjukkan performa yang baik berkat berbagai program pemerintah, seperti hilirisasi industri dan pemberian makan bergizi gratis,” jelasnya.
Indeks IKI bulan November juga menunjukkan kinerja yang baik pada tiga subsektor utama, yaitu Industri Peralatan Listrik, Industri Minuman, dan Industri Pencetakan dan Media Reproduksi. Kinerja subsektor Industri Peralatan Listrik, misalnya, dipengaruhi oleh penyelesaian proyek PLN dan peningkatan permintaan peralatan pengisi daya baterai untuk kendaraan listrik umum (SPKLU). Sementara itu, Industri Minuman didorong oleh persiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serta persiapan Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Namun, terdapat dua subsektor yang mengalami kontraksi, yaitu Industri Pengolahan Lainnya dan Reparasi serta Pemasangan Mesin dan Peralatan. Industri Pengolahan Lainnya yang lebih berorientasi ekspor, seperti produk perhiasan dan alat musik, menghadapi penurunan ekspor akibat pelambatan ekonomi negara tujuan ekspor. Sementara itu, subsektor Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan mengalami kontraksi karena penurunan permintaan domestik.
Lebih lanjut, analisis berdasarkan orientasi pasar menunjukkan bahwa IKI untuk industri yang berorientasi pasar domestik lebih tinggi dibandingkan dengan yang berorientasi ekspor. IKI untuk industri domestik tercatat 53,33, sementara IKI untuk industri ekspor berada di angka 52,39. Sebanyak 20 subsektor industri domestik mengalami ekspansi, sementara subsektor yang mengalami kontraksi terutama di sektor pengolahan tembakau dan pengolahan lainnya, yang terdampak penurunan permintaan.
Febri juga menyoroti bahwa IKI yang meningkat ini menunjukkan tingginya permintaan domestik yang didorong oleh keyakinan masyarakat terhadap pemerintahan baru. “Peningkatan keyakinan ini tercermin dalam kegiatan usaha yang lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya, dengan proporsi 30,8% pelaku industri melaporkan kondisi usaha membaik,” tambahnya.
Namun demikian, meskipun pasar domestik menunjukkan optimisme, Febri mengingatkan bahwa perlambatan ekonomi domestik juga dipengaruhi oleh ketegangan geopolitik global dan ketidakpastian terkait pemilihan presiden di Amerika Serikat. Hal ini menambah tantangan bagi industri manufaktur dalam menjaga stabilitas produksi dan nilai tukar Rupiah.
Sebagai langkah tindak lanjut, Kemenperin menegaskan pentingnya kebijakan pro-industri yang mendukung pasar domestik, termasuk kebijakan pembatasan impor produk jadi, yang akan memperkuat pasar domestik dan mendongkrak nilai IKI industri manufaktur Indonesia.