Potensi ekonomi yang dapat dioptimalkan dari kalangan ini, sangat signifikan untuk mendorong konsumsi nasional.
SATUJABAR, JAKARTA — Salah satu tantangan ekonomi era pemerintahan Prabowo Subianto yang dihadapi saat ini adalah perilaku belanja kalangan masyarakat kelas atas atau tier 1. Pasalnya, ada lebih 10 juta orang dari segmen ini memiliki daya beli sangat besar dan lebih memilih untuk berbelanja di luar negeri.
“Persoalan kita cuma satu, yaitu tier 1, sekitar 10 juta orang yang belanjanya tidak di Indonesia. Padahal, daya beli mereka sangat besar,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Acara BNI Investor Daily Round Table di Jakarta.
Segmen ini, ucap Airlangga, lebih sensitif terhadap ketersediaan produk dan layanan di pasar domestik. Padahal, potensi ekonomi yang dapat dioptimalkan dari kalangan ini, sangat signifikan untuk mendorong konsumsi nasional.
“Mereka adalah kelompok yang sebenarnya bisa memperkuat ekonomi domestik, tapi lebih banyak belanja di luar negeri. Ini tantangan yang harus kita jawab,” tegas Airlangga.
Diketahui, ekonomi Indonesia tetap menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan solid 4,95 persen (yoy) pada triwulan III-2024, lebih tinggi dari Thailand dan Korea Selatan. Indikator sektor riil seperti PMI Manufaktur pun berada di level ekspansif 51,2, didukung oleh permintaan domestik yang kuat, optimisme konsumen, dan pertumbuhan positif Indeks Penjualan Riil.
Dikatakan Arilangga, dengan neraca perdagangan yang masih positif dan indikator ekonomi lainnya yang relatif stabil, Indonesia dapat menjaga momentum pertumbuhan meski dinamika global memberikan tantangan.
Hanya saja, ucap Airlangga, Indonesia tidak sepenuhnya kebal terhadap tantangan ekonomi global. “Tentu, kita tidak kebal terhadap tantangan ke depan,” katanya.
Karenanya, dengan situasi yang ada sekarang, pemerintah berhati-hati. “Dan oleh karena itu berbagai kebijakan dilakukan untuk meningkatkan daya tahan perekonomian serta menjaga stabilitas nilai tukar,” ujarnya.
Dinamika global, termasuk fluktuasi nilai tukar, masih menjadi faktor yang harus diantisipasi. Jika dibandingkan dengan Jepang, Turki, atau Brazil, maka Indonesia relatif lebih terkendali, meskipun tentu dinamika global tetap berdampak pada nilai tukar kita.
Meski demikian, pemerintah mengupayakan berbagai langkah untuk memastikan kondisi perdagangan dan keuangan tetap positif. Neraca perdagangan terakhir mencatat surplus, yang menjadi salah satu indikator penting kestabilan ekonomi Indonesia.
Airlangga juga menyoroti keberhasilan pemerintah dalam mengelola inflasi, meskipun tekanan global masih ada. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tim pengendalian inflasi di pusat dan daerah.
“Pemerintah memonitor inflasi hampir setiap minggu untuk memastikan kenaikan harga komoditas, seperti cabai dan bawang, dapat segera diatasi,” kata dia. (yul)
SATUJABAR, BOGOR -- Polres Bogor bersama Direktorat Reserse Narkoba (Ditresnarkoba) Polda Jawa Barat, berhasil membongkar…
SATUJABAR, BANDUNG - Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI) Daerah Pemilihan…
SATUJABAR, BOGOR -- Polresta Bogor Kota diback-up Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Barat,…
BANDUNG - Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengaktifkan…
BANDUNG - OJK terbitkan aturan baru rahasia bank dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44…
BANDUNG - Uang Rupiah Khusus Seri For The Children of The World Tahun Emisi (TE)…
This website uses cookies.