SATUJABAR, BANDUNG– Keterlibatan dan peran aktif kampus, dan mahasiswa di dalamnya, dibutuhkan untuk turut serta dalam merumuskan solusi mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia. Mahasiswa sebagai cerminan masyarakat bisa memahami persoalan-persoalan di lapangan, sekaligus kontrol sosial bagi pemerintah sebagai pemegang kebijakan.
Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono, meminta kampus dan mahasiswa di dalamnya sebagai salah satu unsur yang bisa mengetahui persoalan-persoalan kebangsaan, terlibat dan berperan aktif dalam mengentaskan masalah kemiskinan di Indonesia. Kampus dan mahasiwa bisa mengkaji dan merumuskan solusi sosial justice, keadilan sosial dan keadilan ekonomi untuk masa depan Bangsa Indonesia lebih baik.
“Kementerian Sosial hanya bekerja di sektor hilir, dan problem kemiskinan berada di sektor hulu, yakni problem struktural dan problem ekonomi. Presiden Prabowo Subianto bertekad menjadikan Bangsa Indonesia lebih kuat dan hebat, dan sudah semestinya lebih hebat dibandingkan bangsa-bangsa lain,” ujar Agus Jabo, saat menjadi pembicara dalam Diskusi Publik ‘Kemiskinan Bukan Takdir’, yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Bandung (Unisba).
Agus Jabo mengatakan, mengapa Bangsa Indonesia begini-begini saja? Ada persoalan, dan persoalan itu harus ditemukan solusinya.
Sebagai salah satu pilar yang bisa menentukan persoalan-persoalan kebangsaan, adalah kampus dan mahasiswa di dalamnya. Untuk itu kampus dan mahasiswa, tidak terkecuali mahasiwa Universitas Islam Bandung (Unisba) harus ikut berpetan dan terlibat aktif dalam mengkaji, merumuskan, dan menemukan solusinya.
Dalam Diskusi Publik mengusung tema “Kemiskinan Bukan Takdir: Aksi dan Solusi untuk Masa Depan Lebih Baik, Agus Jabo, menjelaslan, pemerintah, salah satunya melalui Kementerian Sosial telah berupaya keras dalam mengurangi angka kemiskinan melalui berbagai program. Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan program-program lainnya buat masyarakat disalurkan Kementerian Sosial.
Program-program tersebut telah memberikan manfaat bagi banyak keluarga miskin. Namun, masih banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi, seperti koordinasi antar lembaga pemerintah yang belum optimal, penyaluran bantuan tidak tepat sasaran, serta terjadi penyimpang anggaran.
“Perlu evaluasi menyeluruh terhadap program-program yang telah berjalan saat ini. Perbaikan sistem pengawasan dan akuntabilitas,” ungkap Agus Jabo.
Perwakilan mahasiswa dari BEM Fakultas Hukum Unisba, Raissa Sava Wardhana, mengakui, peran mahasiswa dengan spirit juang tinggi sesuai tridharma perguruan tinggi, yakni pengabdian kepada masyarakat, harus turut terlibat membantu mengentaskan masalah kemiskinan. Sepakat dengan Wamensos, melihat problem kemiskinan tidak boleh parsial dari hilir saja, tapi harus utuh dan menyeluruh.
“Sebagai bagian dari kampus dan mahasiwa, kami siap bekerjasama, baik moril maupun materil dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Khusus di wilayah Jawa Barat, masih banyak ditemukan daerah terkendala masalah kemiskinan,” ujar Raissa.
Raissa mengungkapkan, kemiskinan bukan sebagai takdir atau nasib, tapi kemiskinan terjadi karena problem yang tidak kunjung dipikirkan dan ditemukan solusinya secara serius. Mengutip apa yang disampaikan Munir Said Thalib ‘Kemiskinan adalah pelanggaran terhadap martabat manusia, dimana ketika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, maka itu berarti hak-haknya telah dilanggar’
“Sebagai mahasiswa, mari kita bergerak dan berjuang untuk sebuah masyarakat yang adil. Tidak ada yang miskin karena ketidakadilan, dan tidak ada yang kaya karena penindasan. Kerjasama antara semua elemen yang saling terkoordinasi dengan baik akan mewujudkan capaian yang diharapkan, dan garis kemiskinan yang terjadi akan memudar di Indonesia,” ungkap Raissa.
Raissa mencatat, di Indonesia secara spesifik di wilayah Jawa Barat, jumlah penduduk menurut data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 50.489.208 orang/ jiwa, terhitung 30 Juni 2024. Dari data tersebut, angka kemiskinan mencapai 7,46 persen, atau sebanyak 3,85 orang/jiwa.
Banyak faktor sebagai penyebabnya, ketidakmerataanya distribusi pendapatan, rendahnya kualitas pendidikan, serta akses terbatas terhadap sumber daya juga turut berperan dalam faktor kemiskinan.
Anak-anak yang harusnya bermain dan belajar, justru dipamsa membantu orang tua mencari nafkah, masalah gizi buruk menghambat pertumbuhan fisik dan mental, serta orang tua bekerja keras dari pagi hingga malam dengan penghasilan tidak bisa memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari.(chd).