BANDUNG – PMI Manufaktur Indonesia naik dan masuk fase ekspansif di akhir 2024, ungkap survei yang dirilis oleh S&P Global.
Survei mengungkapkan bahwa Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Desember mencapai 51,2, menandakan fase ekspansif.
Angka ini mengalami lonjakan signifikan dibandingkan dengan bulan November yang tercatat berada di level 49,6, yang menunjukkan kontraksi.
“Alhamdulillah, industri manufaktur kita kembali rebound setelah lima bulan berturut-turut mengalami kontraksi sejak Juli 2024. Hal ini sejalan dengan laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan Desember 2024 yang dirilis oleh Kementerian Perindustrian, di mana IKI Desember masih bertahan pada posisi ekspansi, yakni sebesar 52,93,” kata Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (2/1).
Febri menjelaskan bahwa meskipun menghadapi dinamika politik dan ekonomi global yang tidak pasti, sektor industri manufaktur Indonesia tetap menunjukkan ketangguhannya. “PMI manufaktur yang ekspansif ini menunjukkan bahwa kepercayaan diri dan optimisme pelaku industri masih cukup tinggi. Hal ini didorong oleh kenaikan volume produksi dan pesanan baru,” tutur Febri.
Selain itu, terdapat juga faktor yang mempengaruhi lonjakan permintaan pada akhir tahun, di antaranya banyak pedagang yang membeli barang lebih banyak pada bulan Desember karena tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masih berlaku sebesar 11 persen. Hal ini menyebabkan permintaan meningkat, dengan pedagang menyimpan stok untuk dijual di bulan Januari dengan tarif PPN 12 persen, memberikan keuntungan sekitar 1 persen.
Febri menambahkan bahwa selain terbukti mampu berdaya saing, industri manufaktur Indonesia juga membuktikan bahwa struktur industrinya cukup baik sehingga produktivitas dapat berjalan lancar dari hulu hingga hilir. “Tanpa dukungan regulasi yang tepat, industri kita sudah bisa ekspansif. Apalagi jika didukung regulasi yang tepat, seperti pengendalian barang-barang impor, tentunya manufaktur kita akan meroket lebih tinggi,” ujarnya.
Pada bulan Desember 2024, PMI manufaktur Indonesia juga mampu melampaui PMI manufaktur sejumlah negara besar, seperti China (50,5), Jerman (42,5), Rusia (50,8), Inggris (47,3), Amerika Serikat (48,3), Jepang (49,5), Korea Selatan (49,0), Vietnam (49,8), Malaysia (48,6), dan Myanmar (50,4), yang sebagian besar masih mengalami kontraksi.
Paul Smith, Economics Director S&P Global Market Intelligence, mengatakan bahwa perekonomian manufaktur Indonesia mengakhiri tahun 2024 dengan catatan positif. “Ekspansi ini terjadi untuk pertama kalinya sejak pertengahan tahun ini, menunjukkan bahwa penjualan dan output mengalami kenaikan. Kami sangat berharap tren positif ini dapat berlanjut,” ujarnya.
Menurut Paul, banyak perusahaan yang optimis tentang kenaikan produksi pada tahun mendatang, dengan harapan bahwa kondisi makro ekonomi akan tetap stabil dan daya beli di antara klien semakin membaik. “Ini akan berujung pada peningkatan lapangan kerja dan aktivitas pembelian,” tambahnya.