Filosofi Semar dengan rambut jambulnya menunjukkan perjalanan hidupnya yang sederhana, tapi hadir sebagai sosok manusia mulia.
SATUJABAR, CIREBON – Ada yang tak biasa dan menjadi kejutan pada Debat Publik sesi pertama Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Pemandangan tak biasa ini ada pada calon Gubernur Jabar nomor urut 4, Dedi Mulyadi atau akrab dipanggil Kang Dedi saat tampil pada acara debat di Graha Sanusi UNPAD, Kota Bandung, Senin (11/11/2024) malam..
Tampil nyentrik dan aneh itu bahkan luput dari perhatian banyak publik. Tampilan berbeda dan menjadi kejutan tersendiri itu, terjadi saat Kang Dedi dan Erwan Setiawan menghadiri debat perdana Pilgub Jabar
Tidak biasanya, Kang Dedi tampil necis, perlente, dan juga nyentrik. Coba perhatikan, ada rambut jambul di kepala Kang Dedi. Dan dia pun mengenakan pakaian safari putih-putih . Sementara pasangannya, Erwan Setiawan mengenakan pakaian warna hitam-hitam.
Kombinasi pakaian putih dan hitam itu, tampaknya sengaja dipilih Kang Dedi dan Erwan Setiawan saat menyampaikan gagasannya di atas forum debat.
“Saya terinspirasi sosok atau tokoh pewayangan Semar. Hitam dan putih itu memiliki nilai filosofi yang tinggi,” begitu kata Kang Dedi beberapa saat setelah turun dari panggung debat publik.
Dia mengatakan, tokoh sentral dalam pewayangan tersebut lebih memilih turun ke bumi dibandingkan tinggal di alam langit, tempatnya para dewa berada. Kemudian dia memilih tinggal di kampung bernama Tumaritis.
”Dia orang yang memiliki kualifikasi manusia atau tokoh sempurna dalam pewayangan, namanya Lurah Semar Badranaya” tutur Kang Dedi.
Sosok Semar, sangat memahami ketuhanan secara utuh. Namun, dalam kehidupan kesehariannya selalu dihinakan oleh sosok Durna yang merasa paling mengerti tentang ilmu pengetahuan.
Semar juga memiliki ciri khas rambut jambulnya. Itu menunjukkan perjalanan hidupnya yang sederhana, tapi hadir sebagai sosok manusia mulia tanpa harus memperlihatkannya.
“Dia manusia mulia yang tidak pernah memperlihatkan kemuliaannya. Ia lebih memilih menjadi manusia yang berguna menanam padi, memelihara ikan, domba, sapi dan membangun desa,” ujarnya.
Sementara baju putih-hitam, ujar Kang Dedi, merupakan lambang berserah diri pada Tuhan. Tetapi, dalam kehidupannya, dia tunduk pada hukum alam sehingga lahirlah anak-anak dengan ragam karakter dan warna.
“Prinsip-prinsip itulah yang ingin saya sampaikan ke hadapan publik melalui pendekatan tersebut,” ucap Kang Dedi Mulyadi. (yul)