BANDUNG – Sebuah kampung di RW 12, Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, kini menjelma menjadi destinasi wisata tematik berbasis budaya lokal bernama Lembur Katumbiri. Kawasan ini diresmikan oleh Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, pada Selasa, 6 Mei 2025, sebagai hasil kolaborasi antara warga, komunitas lokal, seniman, dan pemerintah kota.
Transformasi kawasan ini bukan sekadar proyek estetika, melainkan buah dari perjalanan panjang yang melibatkan semangat gotong royong. Rumah-rumah warga dicat ulang menggunakan 504 galon cat dengan melibatkan lebih dari 150 pekerja. Warna-warni mural yang menghiasi dinding menjadi simbol harapan baru dan perubahan positif di tengah masyarakat.
“Lembur Katumbiri ini dulunya bernama Kampung Pelangi. Karena catnya sudah pudar, Pemkot Bandung melakukan pengecatan ulang dan mengganti namanya. Sudah berjalan sekitar dua minggu,” ungkap Ketua RT 10, Rasimun.
Menurut Rasimun, RT 10 dihuni oleh sekitar 135 kepala keluarga atau 335 jiwa. Banyak rumah warga yang ikut dihiasi mural, dan dukungan masyarakat sangat kuat karena keberadaan kampung tematik ini diharapkan mampu meningkatkan perekonomian lokal.
“Untuk saat ini memang belum terlihat dampaknya karena masih baru. Tapi kami berharap nantinya akan muncul pedagang warung dan pelaku UMKM di sini,” katanya dikutip dari situs Pemkot Bandung.
Nama “Lembur Katumbiri” sendiri merupakan usulan warga. “Katumbiri” yang berarti pelangi dalam bahasa Sunda, dipilih karena menggambarkan keberagaman dan harmoni yang terjalin selama proses revitalisasi kampung.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, menyatakan bahwa pembangunan kawasan ini merupakan bukti bahwa pembangunan kota tidak selalu harus berupa infrastruktur fisik seperti jalan atau bangunan, tapi juga bisa berbentuk seni, budaya, dan kebersamaan.
“Ini bukan hanya kerja Dinas Pariwisata. DSDABM dan komunitas seniman juga ikut terlibat. Mural menjadi media narasi yang kuat,” ujar Farhan.
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Bina Marga (DSDABM) Kota Bandung, Didi Ruswandi, menambahkan bahwa meski sempat terkendala anggaran, antusiasme warga tetap tinggi. Bahkan, menurutnya, kawasan ini sudah ramai diperbincangkan di media sosial sebelum peresmiannya.
Kini, Lembur Katumbiri tidak hanya menawarkan keindahan mural, tapi juga aktivitas berbasis lingkungan dan ekonomi lokal. Terdapat konservasi ikan endemik, urban farming, serta pasar mingguan yang melibatkan pelaku UMKM. Program ini turut melibatkan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kota Bandung.
Sebagai bagian dari pengembangan kawasan budaya, Pemkot Bandung juga akan meluncurkan program “Bandung Punya Cerita” untuk mendorong dokumentasi sejarah lokal dan cerita rakyat melalui mural.
Peresmian Lembur Katumbiri ditutup dengan doa bersama dan penelusuran mural oleh warga serta tamu undangan. Setiap lukisan menyimpan narasi tentang alam, sejarah, hingga kritik sosial yang disampaikan lewat seni visual.
Kampung kecil ini menjadi bukti bahwa perubahan besar bisa dimulai dari ruang sederhana, selama ada semangat kolektif dan kebersamaan yang kuat.