BANDUNG – Kegelisahan kalangan olahraga prestasi Indonesia semakin mengemuka setelah diterbitkannya Permenpora Nomor 14 Tahun 2024.
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat, melalui Ketua Umum Letjen TNI Purn Marciano Norman, telah mengambil langkah tegas dengan mengajukan permohonan kepada Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, melakukan audiensi dengan Menpora, serta menyampaikan laporan kepada Komisi X DPR RI.
Pada 23 Januari 2025, Marciano Norman bersama jajaran KONI hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI untuk menyampaikan usulan terkait revisi Permenpora tersebut.
Menurut Marciano, Permenpora Nomor 14/2024 banyak mengatur hal-hal yang dirasakan sebagai urusan internal anggota KONI dan organisasi olahraga di bawahnya. Beberapa norma dalam peraturan ini dinilai melanggar kewenangan KONI, yang sudah mulai memberikan dampak negatif di tingkat daerah.
Wakil Ketua KONI Riau, Khairul Fahmi, dalam Rapat Virtual KONI se-Indonesia pada 20 Januari 2025 mengatakan “Permenpora ini sangat mengganggu kami. Kami menerima informasi dari KONI Kabupaten/Kota bahwa Dispora menganggap peraturan ini sudah berlaku.”
Selain itu, beberapa daerah mengaku enggan berkoordinasi dengan KONI Provinsi terkait Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) karena alasan Permenpora Nomor 14/2024. Menyikapi hal ini, Marciano Norman menyampaikan bahwa KONI Pusat telah mengajukan surat kepada Menpora untuk meminta peraturan tersebut ditinjau ulang atau bahkan dicabut. “Saya juga sudah bertemu langsung dengan Menpora secara empat mata,” tambahnya.
Marciano menegaskan bahwa KONI dan anggotanya tetap loyal kepada pemerintah dan mendukung kebijakan olahraga nasional, namun meminta agar pemerintah tidak bertindak semena-mena. “Kami mendukung kebijakan pemerintah, tetapi kami meminta agar pemerintah tidak bertindak sewenang-wenang,” tegas Marciano, berharap Komisi X DPR RI dapat menjalankan fungsi kontrol yang maksimal.
Dalam RDP tersebut, Marciano juga mengajak seluruh pihak untuk bersatu demi memajukan olahraga Indonesia. “Mari kita tingkatkan sinergitas dan kolaborasi antara Kemenpora, Komisi X DPR RI, KONI Pusat, dan KOI, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia mampu tampil gagah dan perkasa lewat prestasinya,” ajaknya dikutip dari situs KONI.
Beberapa anggota Komisi X DPR RI memberikan apresiasi atas masukan yang diberikan oleh KONI Pusat. “Kami mengucapkan terima kasih kepada KONI atas upaya konkret dalam memberikan masukan terkait Permenpora Nomor 14/2024,” kata Drs. H.M. Iqbal Romzi dari Fraksi PKS. Sementara itu, Drs. Juliyatmono dari Golkar mengakui peran KONI yang sangat penting dalam mendukung koordinasi antara daerah dan insan olahraga. “Tanpa KONI, daerah sulit berkoordinasi dengan insan olahraga,” ujarnya.
Dewi Coriati dari PAN menegaskan bahwa kekuatan KONI akan membawa olahraga Indonesia menuju posisi terdepan. “KONI yang kuat, olahraga Indonesia terdepan,” ucapnya. Beberapa anggota Komisi X juga menyarankan agar KONI menggelar silaturahmi dengan Kemenpora dan Kemenkumham untuk menyelesaikan persoalan ini.
Pada kesempatan tersebut, Marciano juga menyampaikan masukan terkait pengembangan olahraga Indonesia ke depan. “Sudah saatnya KONI dan KOI dijadikan satu, dengan dua Sekjen yang mengurus pembinaan prestasi dan pengelolaan hubungan internasional,” ungkapnya, merujuk pada sejarah keduanya yang pernah bersatu dalam satu organisasi.
Masukan Revisi Permenpora
Staf Ahli Ketum KONI Pusat Bidang Organisasi Benny Riyanto sempat memberikan masukan rinci kepada Komisi X DPR RI terkait Permenpora Nomor 14 Tahun 2024.
Adapun beberapa norma yang bertentangan dalam Permenpora Nomor 14 Tahun 2024 antara lain:
Pasal 10 ayat (2) Permenpora 14 tahun 2024 tentang kongres/ musyawarah organisasi olahraga harus mendapat rekomendasi Kementerian.
Hal tersebut tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi dari pemerintah terhadap teknis pengelolaan organisasi Olahraga yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter., prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.
Pasal 16 ayat 4, dan 5 tentang tenaga profesional dapat diberi kompensasi gaji yang bersumber di luar bantuan pemerintah, APBN, ataupun APBD.Bertentangan degan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2), serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 219/PMK 05/2016 tentang system akuntansi dan pelaporan keuangan badan lainnya. KONI diberi hak untuk mendapatkan anggaran dari APBN/APBD dan memiliki kewajiban untuk membuat laporan keuangan dan akuntansi yang telah ditetapkan.
Pasal 16 ayat 6 tentang ketua, pengurus, dan perangkat organisasi olahraga prestasi tidak boleh digaji dari dana yang bersumber dari pemerintah.
Bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2) serta Peraturan Menteri Keuangan nomor 219/PMK 05/2016 seperti yang disebutkan di atas, anggaran KONI sebagian besar dari Hibah sehingga menjadi objek pemeriksaan inspektorat pemerintah, KONI merupakan Mitra Strategis pemerintah (di tingkat Pusat KONI Mitra Strategis dari Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), sedangkan pada tingkat Daerah KONI merupakan Mitra Strategis Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora).
Pasal 17 ayat (1) huruf a & b tentang kriteria pengurus organisasi olahraga (a) punya pengalaman minimal 5 tahun, (b) tidak boleh rangkap jabatan organisasi olahraga prestasi yang lain.
Tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 tahun 2025 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5., selain itu asas independensi pengurus organisasi olahraga tidak perlu dibuatkan kriteria yang dinormakan, melihat kondisi masing-masing cabang olahraga sangat bervariasi.
Pasal 17 ayat (2) huruf b tentang surat pernyataan kesanggupan dari ketua pengurus organisasi olahraga untuk bisa mencari sumber dana di luar dana dari pemerintah.
Hal ini menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 ayat (1) c, UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 79 ayat (1) dan (2) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 20 huruf g.
Pasal 18 ayat (1) dan (2), ayat 1 masa jabatan 4 tahun dan dapat dipilih kembali 1 kali masa jabatan, ayat 2 pemilihan pengurus organisasi melalui proses rekrutmen.
Tidak selaras dengan asas independensi dan merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsiip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5, menurut Olympic charter pengurus organisasi olahraga adalah independen serta tidak boleh diintervensi pihak manapun.
Pasal 19 ayat (2) tentang pengurus organisasi olahraga prestasi (Pasal 13) dilantik oleh Menteri/Menpora.
Pengurus organisasi cabang olahraga selama ini dilantik oleh KONI, sebab KONI dibentuk oleh cabang olahraga itu sendiri, hal itu diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (1), selain itu bertentangan dengan UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) yang menyatakan “Induk organisasi cabang olahraga dan Komite Olahraga Nasional (KON) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dan dikelola secara professional oleh pengurus yang mewakili kompetensi keolahragaan”. Jo pasal 73 ayat (3) PP nomor 46 Tahun 2024, dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.
Pasal 21 ayat (2) tentang Menteri dapat memberikan rekomendasi kepada Menteri yang membidangi urusan hukum untuk membatalkan persetujuan perubahan kepengurusan yang tidak mendapat rekomendasi oleh Menteri dalam hal terjadi perselisihan kepengurusan hasil forum tertinggi.
Hal ini tidak selaras dengan asas independensi dan jelas merupakan bentuk intervensi yang melanggar UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) jo PP nomor 46 Tahun 2024 pasal 73 ayat (3) dan Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5., yang mengetahui kebutuhan organisasi adalah anggota organisasi, sehingga adanya Pasal 21 ayat (2) ini di khawatirkan kepentingan lain selain kepentingan olahraga bisa masuk.
Pasal 28 ayat (1) tentang Menteri berwenang untuk membentuk tim transisi dalam hal sengketa telah menghambat proses pembinaan olahragawan.
Kewenangan ini menjadi kewenangan KONI, dikarenakan KONI adalah Induk cabang olahraga, sehingga Kemenpora terkesan ikut masuk kedalam teknis pembinaan keolahragaan, hal ini berdampak mengurangi faktor independensi dan organisasi olahraga, sementara kewenangan Kementerian seharusnya sebagai regulator bukan operator, sehingga urusan teknis pembinaan olahraga diserahkan kepada organisasi olahraga (bisa organisasi induk cabang olahraga ataupun KON/KONI).
Pasal 44 ayat (2) tentang perubahan AD dan ART sebagaimana diatur dalam ayat (1) harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Menteri sebelum dilaporkan kepada Menteri Hukum.
Hal ini dinilai terlalu berlebihan, sehingga melanggar asas independensi yang diatur dalam UU nomor 11 Tahun 2022 pasal 37 ayat (3) yang menyatakan “Induk organisasi cabang olahraga dan Komite Olahraga Nasional (KON) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat mandiri dan dikelola secara professional oleh pengurus yang mewakili kompetensi keolahragaan”. Jo pasal 73 ayat (3) PP nomor 46 Tahun 2024, Olympic Charter, prinsip dasar ke-5 dan ke-7 serta chapter 16 verse 1.5.