BANDUNG – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengambil langkah strategis untuk memindahkan koleksi ilmiah arkeologi nasional ke fasilitas riset, Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat.
Langkah ini bertujuan untuk memperkuat keamanan, mendukung riset berkelanjutan, dan memastikan pelestarian warisan arkeologi Indonesia.
Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dalam BRIN Talkshow yang dipantau Sabtu (30/11), menjelaskan, pemindahan koleksi ilmiah arkeologi didasarkan pada kebutuhan untuk mengamankan artefak sekaligus menyediakan fasilitas riset yang memadai.
“Kami ingin memastikan keamanan koleksi, penyimpanan yang sesuai standar, dan penguatan infrastruktur riset untuk mendukung penelitian lanjutan,” ujar Handoko dilansir situs BRIN.
Fasilitas di Cibinong dilengkapi teknologi modern, seperti non-destructive test (NDT) yang memungkinkan peneliti menganalisis artefak tanpa merusaknya. Selain itu, fasilitas ini juga membuka peluang kolaborasi riset dengan peneliti dari dalam dan luar negeri.
Sebagai bagian dari strategi jangka panjang, BRIN memusatkan koleksi ilmiah untuk memperkuat ekosistem riset nasional.
“Riset dimulai dari data, dan data inilah yang menjadi basis pengetahuan kita untuk masa depan. Oleh karena itu, koleksi ilmiah ini harus berada di tempat yang aman dan dapat diakses untuk penelitian,” tambah Handoko.
Meski koleksi dipusatkan, BRIN tetap berkomitmen untuk mendukung pelestarian budaya di daerah melalui koordinasi dengan Kementerian Kebudayaan. Koleksi yang telah teridentifikasi sebagai cagar budaya dapat dikembalikan, misalnya dalam bentuk museum lokal atau bentuk pelestarian lainnya.
Kepala Organisasi Riset Arkeologi, Bahasa, dan Sastra BRIN Herry Jogaswara mengungkapkan, proses pemindahan koleksi dilakukan dengan standar ketat, termasuk identifikasi dan kurasi mendetail sebelum pengemasan. Herry menekankan pentingnya menjaga keamanan artefak selama transportasi.
“Kami memastikan setiap langkah, mulai dari kurasi hingga pengepakan dan pengiriman, sesuai dengan prosedur yang ketat untuk menghindari kerusakan,” jelasnya.
Pemindahan ini juga melibatkan kolaborasi dengan pihak-pihak lokal, termasuk arkeolog daerah, untuk memastikan koleksi tetap relevan dengan konteks komunitas asalnya.
Herry juga menguraikan bagaimana BRIN menentukan prioritas riset arkeologi berdasarkan research question yang spesifik, intensitas riset sebelumnya, serta relevansi dengan kepentingan nasional. Saat ini, BRIN memfokuskan riset pada wilayah Ibu Kota Negara (IKN) dan Indonesia Timur. “Semakin jarang sebuah daerah diteliti, semakin besar prioritasnya untuk eksplorasi,” ungkapnya.
Langkah BRIN ini mencerminkan upaya untuk menjaga keberlanjutan penelitian dan pelestarian budaya, sekaligus membuka ruang kolaborasi bagi peneliti nasional dan internasional. Pemusatan koleksi di Cibinong diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan dalam menjawab berbagai pertanyaan sejarah dan mendukung pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Dengan pendekatan berbasis data dan teknologi, BRIN optimis bahwa langkah ini akan menjadi pijakan penting dalam menjaga dan memanfaatkan warisan arkeologi Indonesia untuk generasi mendatang.