Terkait adanya pemberitaan di media daring yang bertajuk “Bappebti Merilis Daftar Resmi Platform dan Pialang Aset Kripto Terdaftar tahun 2025”, Tirta menjelaskan, Bappebti tidak lagi memproses perizinan terkait pedagang fisik aset kripto usai peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto ke OJK.
SATUJABAR, JAKARTA – Pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan, telah beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Saat ini, Bappebti berfokus pada pengembanganPerdagangan Berjangka Komoditi (PBK) berbasis komoditas serta optimalisasi Sistem Resi Gudang (SRG) dan Pasar Lelang Komoditas (PLK).
“Peralihantugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto serta derivatif keuangan, kepada OJK dan BI telah dilakukan sejak 10 Januari 2025 lalu. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Namun demikian, peralihan ini belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Untuk itu, Bappebti bersama OJK dan BI terus berupaya memberikan edukasi sebagai bagian dari komitmen bersama tiga lembaga pengawas tersebut,” ungkap Kepala Bappebti Tirta Karma Senjaya di Jakarta pada Kamis (11/9/2025).
Tirta melanjutkan, tugas pengaturan dan pengawasan yang dialihkan dari Bappebti ke OJK meliputi aset kripto serta derivatif keuangan, yaitu indeks saham dan single stock. Sementara itu, pengalihan ke Bank Indonesia meliputi Derivatif Pasar Uang dan Pasar Valuta Asing (PUVA) atau forex.
“Tujuan peralihan ini yaitu untuk memberikan kepastian hukum dan penguatan sektor keuangan digital dan derivatif keuangan,” jelas Tirta.
Terkait adanya pemberitaan di media daring yang bertajuk “Bappebti Merilis Daftar Resmi Platform dan Pialang Aset Kripto Terdaftar tahun 2025”, Tirta menjelaskan, Bappebti tidak lagi memproses perizinan terkait pedagang fisik aset kripto usai peralihan kewenangan pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto ke OJK.
Hal ini perlu diluruskan agar masyarakat lebih berhati-hati dan tidak terjebak pada penawaran entitas ilegal.
“Masyarakat dapat mengunjungi situs web Bappebti untuk memastikan daftar pedagang fisik aset kripto yang izinnya sudah dikeluarkan Bappebti sebelum peralihan kewenangan. Di luar itu, masyarakat dapat mengonfirmasi legalitas pedagang fisik aset kripto kepada OJK,” imbuh Tirta.
Hingga saat ini, Bappebti memegang peranan penting dalam mengawal Amanah tiga regulasi penting. Pertama, UU Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK). Kedua, UU Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang (SRG). Ketiga, Perpres Nomor 75 Tahun 2022 tentang Penataan, Pembinaan, dan Pengembangan Pasar Lelang Komoditas (PLK).
Di bidang PBK, Bappebti berfokus pada peningkatan transaksi PBK, terutama transaksi multilateral berbasis komoditasunggulan Indonesia. PBK diharapkan dapat mendorong penguatan perdagangan komoditas yang salah satutujuannya membentuk harga referensi di bursa berjangka.
Untuk mendorong transaksi multilateral, Bappebti telah menerbitkan Peraturan Bappebti Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bappebti Nomor 3 Tahun 2019. Peraturan tersebut mengatur komoditas yang dapat dijadikan subjek kontrak berjangka, kontrak derivatif syariah, dan/atau kontrak derivatif lainnya yang diperdagangkan di bursa berjangka. Komoditas baru yang ditambahkan antara lain nikel dan perak,” terang Tirta.
Dua instrumen lain yang menjadi fokus kinerja Bappebti yaitu integrasi SRG dan PLK. Saat ini, keduanya berorientasi untuk penguatan perdagangan komoditas,baik di dalam negeri maupun mendukung kinerja ekspor nasional di pasar global. “SRG dan PLK merupakan program yang sangat dekat dengan masyarakat karena mampu menjangkau beragam kalangan, mulai dari pemilik barang (petani, pekebun, nelayan, penambang) yang dapat memanfaatkan sebagai sarana penyimpanan komoditas dan pembiayaan sampai pelaku usaha (koperasi, UMKM, pelaku industri) sebagai sarana menjaga kontinuitas dan kualitas barang/ komoditas. Untuk itu, kedua instrumen ini akan terus diperkuat, sehingga mampu mendukung penguatan ekonomi nasional,” tutup Tirta.
Perkembangan Transaksi PBK, SRG, dan PLK
Nilai transaksi PBK pada periode Januari–Juli 2025 (notional value) mencapai Rp25.964 triliun dengan volume mencapai 8,17juta lot.
Dalam transaksi PBK, baik nilai maupun volume mengalami kenaikan masing-masing sebesar 50,9 persen dan 5,4 persen (year-on-year).
Adapun nilai penerbitan resi gudang periode Januari–Agustus 2025 tercatat Rp1,28 triliun dengan jumlah volume barang sebanyak 68,36 ribu ton untuk 330 resi gudang.
Nilai transaksi SRG tersebut didukung transaksi beberapa komoditas, seperti timah, kopi, rumput laut, ikan, kedelai, tembakau, gula, beras,dan gabah.
Sementara itu, nilai transaksi PLK pada Januari–Agustus 2025 mencapai Rp15,86 miliar. Nilai ini merupakan representasi dari beberapa penyelenggara lelang di Riau, Aceh, dan Jawa Barat dengan frekuensi penyelenggaraan lelang total sebanyak 31 kali.

