BANDUNG – Industri kosmetik dan obat tradisional di Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh kekayaan dan keberagaman sumber daya alam Indonesia serta pergeseran tren global yang mengarah pada produk alami dan berbasis bahan herbal. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, dalam keterangan resminya pada Minggu (23/3).
Reni menyebutkan, pergeseran tren konsumen yang semakin memilih produk berbahan alami dan herbal turut mendukung perkembangan industri kosmetik dan obat tradisional di tanah air. “Penggunaan tanaman obat dan bahan alami untuk pengobatan tradisional sudah menjadi warisan budaya Indonesia. Oleh karena itu, kami terus mendorong pengembangan daya saing IKM kosmetik dan obat tradisional dalam negeri melalui berbagai kegiatan fasilitasi dan pembinaan,” ujar Reni melalui keterangan resmi.
Kementerian Perindustrian mencatat, sektor produk kosmetik dan obat tradisional menunjukkan kinerja yang positif dengan capaian ekspor yang meningkat. Pada periode Januari-November 2024, ekspor produk kosmetik Indonesia tercatat sebesar USD 382,4 juta, sementara ekspor obat tradisional mencapai USD 6,3 juta. “Lebih dari 85 persen pelaku industri kosmetik dan obat-obatan tradisional merupakan sektor IKM, yang menunjukkan kontribusi signifikan dalam kinerja sektor ini,” jelasnya.
Reni juga menambahkan, industri kosmetik diprediksi akan tumbuh 4,3 persen per tahun antara 2025-2030, sedangkan industri obat tradisional diperkirakan tumbuh 7,1 persen per tahun pada periode 2024-2033. “Kesadaran konsumen akan pentingnya bahan yang aman, ramah lingkungan, serta memiliki manfaat kesehatan yang lebih luas, menjadi faktor kunci dalam membedakan produk satu dengan lainnya,” tambahnya.
Dalam upaya memperkuat daya saing produk IKM kosmetik dan obat tradisional, Reni menekankan pentingnya memiliki segmen pasar yang jelas agar strategi pemasaran dan penjenamaan (branding) dapat dijalankan secara efektif. “Produk kosmetik dan obat tradisional memiliki segmentasi pasar yang beragam, mulai dari mass market, premium market, hingga niche market seperti produk halal, vegan, atau organik,” ungkapnya. Oleh karena itu, pelaku industri disarankan untuk melakukan riset terlebih dahulu dalam menentukan target pasar yang tepat.
Reni juga mengingatkan bahwa penjenamaan yang kuat harus diikuti dengan positioning dan diferensiasi yang jelas, agar produk dapat menarik perhatian konsumen dan memperoleh kepercayaan mereka. “Setiap jenama kosmetik dan obat tradisional perlu menunjukkan keunggulan dan ciri khas, baik itu melalui inovasi formula, teknologi produksi, kemasan ramah lingkungan, atau storytelling yang kuat,” ujar Reni.
Sebagai bagian dari upaya penguatan branding, Ditjen IKMA menggelar webinar bertajuk “Menentukan Target Pasar & Diferensiasi Produk” pada Jumat (14/3) yang menghadirkan dua narasumber praktisi, Henry Suhardja (pemilik jenama wewangian “Follow Me”) dan Andreas (Brand Manager PT Sinde Budi Sentosa, produsen jamu tradisional). Webinar ini merupakan bagian dari rangkaian pengembangan IKM kosmetik dan obat tradisional yang akan berlangsung sepanjang tahun 2025.
Direktur IKM Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Budi Setiawan, berharap webinar ini dapat membantu peserta dalam menentukan target pasar dan diferensiasi produk. “Kami berharap para peserta dapat terbantu dalam menentukan target pasar dan diferensiasi produk melalui paparan dan diskusi dengan narasumber yang telah terbukti sukses,” ujarnya.
Budi juga mengajak semua pihak, termasuk pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas bisnis, untuk berkolaborasi dalam mendukung pengembangan IKM kosmetik dan obat tradisional. “Para IKM harus terus berinovasi, meningkatkan kualitas produk, serta membangun brand yang kuat agar produk kosmetik dan obat tradisional Indonesia dapat semakin mendunia,” tutupnya.