BANDUNG – Nilai impor Indonesia pada November 2024 tercatat mencapai US$19,59 miliar, mengalami penurunan sebesar 10,71 persen dibandingkan dengan Oktober 2024. Namun, jika dibandingkan dengan November 2023, impor Indonesia tercatat hampir stabil dengan kenaikan tipis sebesar 0,01 persen.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) impor migas pada bulan tersebut tercatat senilai US$2,57 miliar, turun signifikan sebesar 29,88 persen dibandingkan Oktober 2024, dan juga mengalami penurunan 26,32 persen dibandingkan November 2023. Sementara itu, impor nonmigas tercatat mencapai US$17,02 miliar, turun 6,87 persen dibandingkan bulan sebelumnya, namun mengalami kenaikan 5,71 persen dibandingkan dengan November 2023.
Jenis Barang Impor
Dari sepuluh golongan barang utama nonmigas, golongan mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya mengalami penurunan tertinggi, dengan nilai turun sebesar US$404,4 juta atau 15,49 persen dibandingkan bulan Oktober 2024. Sebaliknya, golongan gula dan kembang gula tercatat mengalami peningkatan terbesar sebesar US$75,8 juta atau 25,19 persen.
Tiongkok masih menjadi pemasok utama barang impor nonmigas Indonesia pada November 2024, dengan nilai impor mencapai US$6,53 miliar atau 38,35 persen dari total impor nonmigas. Diikuti oleh Jepang dengan nilai impor US$1,49 miliar (8,76 persen) dan Amerika Serikat sebesar US$0,76 miliar (4,47 persen). Impor nonmigas dari ASEAN tercatat sebesar US$2,75 miliar (16,18 persen), sementara dari Uni Eropa mencapai US$0,99 miliar (5,80 persen).
Neraca Perdagangan
Secara kumulatif, nilai impor Indonesia pada Januari–November 2024 mengalami kenaikan di seluruh golongan penggunaan barang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Golongan bahan baku/penolong mengalami peningkatan tertinggi dengan nilai US$7,31 miliar atau 4,96 persen, diikuti oleh barang modal yang meningkat US$1,41 miliar (3,92 persen), dan barang konsumsi yang naik US$0,90 miliar (4,62 persen).
Meskipun impor mengalami penurunan pada November 2024, Indonesia mencatatkan surplus neraca perdagangan sebesar US$4,42 miliar. Surplus ini terutama didorong oleh sektor nonmigas yang tercatat surplus US$5,67 miliar. Namun, sektor migas tercatat mengalami defisit sebesar US$1,25 miliar.