BANDUNG – Genjot lifting minyak 900.000 hingga 1 juta barel per hari, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia optimistis dengan komitmennya bahwa bisa tercapai pada tahun 2028-2029. Penegasan tersebut disampaikan Bahlil dalam Keynote Speech pada acara “Beritasatu Economic Outlook 2025” yang berlangsung di Jakarta, Kamis (30/1/2025).
Dalam sambutannya, Bahlil mengungkapkan bahwa target tersebut merupakan bagian dari Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang mencakup empat fokus utama, yaitu ketahanan pangan, ketahanan energi, hilirisasi, dan makanan bergizi. “Saya kebagian dua tugas, ketahanan energi dan hilirisasi,” ujar Bahlil.
Terkait ketahanan energi, Bahlil menyampaikan bahwa kondisi saat ini berbeda dengan tahun 1996-1997, saat Indonesia dapat memproduksi 1,6 juta barel minyak per hari dan mengekspor 1 juta barel. Pada 2024, produksi minyak Indonesia tercatat sekitar 690.000 barel per hari, sementara impor minyak Indonesia sudah mencapai 1 juta barel per hari, yang menandakan ketergantungan yang meningkat terhadap impor.
Bahlil mengungkapkan ironi pengelolaan minyak Indonesia saat ini, di mana sekitar 58% dari konsumsi minyak domestik Indonesia diimpor dari Singapura, negara yang tidak memproduksi minyak. “Kita ini impor minyak dari negara yang tidak mempunyai minyak dengan harga yang sama seperti dari negara penghasil minyak di Timur Tengah,” jelasnya.
Untuk mencapai target lifting minyak yang telah ditetapkan oleh Presiden Prabowo pada 2028-2029, Bahlil menyampaikan tiga langkah strategis yang akan ditempuh oleh pemerintah. Pertama, pemerintah akan menggarap sumur-sumur idle (idle wells) yang tersedia. Kedua, optimalisasi sumur yang sudah ada akan dilakukan dengan penerapan teknologi, termasuk Enhanced Oil Recovery (EOR). Ketiga, sekitar 300 sumur yang sudah dieksplorasi namun belum memiliki Plan of Development (PoD) akan dipercepat pengembangannya.
Saat ini, Kementerian ESDM mencatat ada sekitar 40.000 sumur minyak di Indonesia, dengan 16.000 di antaranya berstatus idle. Sumur-sumur ini masih dikuasai oleh PT Pertamina (Persero) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dan pemerintah telah memetakan sumur-sumur yang masih mengandung minyak serta cara-cara untuk memproduksinya kembali.
Selain itu, Bahlil juga menyarankan agar Indonesia mengadopsi teknik pengeboran horizontal yang telah terbukti meningkatkan produksi minyak di Amerika Serikat. “Di Amerika, peningkatan produksi dari 3 juta barel menjadi 13 juta barel per hari dilakukan dengan pengeboran horizontal. Sementara kita selama ini melakukan pengeboran vertikal,” ujar Bahlil. Penerapan teknologi EOR juga dapat membantu meningkatkan produksi dari sumur-sumur yang sebelumnya tidak dapat diakses secara optimal.
Dengan langkah-langkah tersebut, Bahlil berharap Indonesia dapat meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak dalam jangka panjang.