BANDUNG – Festival Gandrung Mulasara Panen Karya Tatanen di Purwakarta terselenggara di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Bale Atikan Mandala Karsa, Kabupaten Purwakarta, Kamis (26/12/2024).
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, hadir di acara budaya itu.
Dalam kesempatan tersebut, Sekda Herman mengungkapkan bahwa pola kearifan lokal yang diterapkan di SKB Bale Atikan adalah wujud nyata dari penerapan nilai-nilai Pancaniti Sunda. Menurut Herman, skema Tatanen yang diterapkan di Bale Atikan merupakan aktualisasi dari nilai Pancaniti yang meliputi Niti Harti, Niti Surti, Niti Bukti, Niti Bakti, dan Niti Sajati.
“Skema Tatanen di Bale Atikan adalah aktualisasi dari kearifan Pancaniti, yakni Niti Harti, Niti Surti, Niti Bukti, Niti Bakti, dan Niti Sajati. Proses pembelajaran yang meaningfull dan powerfull,” ujar Herman Suryatman.
Lebih lanjut, Sekda Herman optimistis bahwa dengan adanya pendidikan berbasis alam dan budaya yang dilaksanakan di SKB Bale Atikan, generasi penerus yang cerdas, berhati mulia, dan terampil akan lahir. “Kami optimistis, dengan hadirnya pendidikan berbasis alam dan budaya tersebut, akan lahir generasi penerus yang cerdas, berhati mulia dan terampil,” tambahnya.
Herman juga memberikan apresiasi terhadap kegiatan ini karena memberikan pembelajaran bagi pelajar mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama. Para pelajar dibekali keterampilan dalam memanfaatkan kekayaan alam dan budaya, seperti bertani dan menghasilkan produk kuliner serta kerajinan.
“Sejak dini mereka dilatih untuk bertani dan memanfaatkan hasil bumi menjadi aneka ragam produk kuliner dan kerajinan,” jelasnya.
Selain itu, Herman menekankan pentingnya pendidikan karakter bagi pelajar Purwakarta, agar mereka siap menghadapi tantangan zaman. “Di sisi lain, mereka juga dibekali pendidikan karakter agar tangguh dalam meniti gelombang kehidupan,” tutur Herman.
Pancaniti, yang diterapkan sejak tahun 2014 di Kabupaten Purwakarta, merupakan sebuah pendekatan pembelajaran berbasis nilai kearifan lokal. Proses pembelajaran ini terdiri dari lima tahap:
Niti Harti: Tahapan mendengar, membaca, melihat, dan mengamati untuk menemukan masalah dan memahami tujuan.
Niti Surti: Tahapan untuk memahami semua yang ditemui dan menerapkannya pada tahap berikutnya.
Niti Bukti: Menerapkan pola tingkah laku keseharian dengan mengumpulkan dan memilih sumber data.
Niti Bakti: Memecahkan masalah, membuktikan, mendesain, membuat ulang, dan mengevaluasi.
Niti Sajati: Menghasilkan ilmu baru yang tidak terbantahkan.
Dengan pendekatan ini, diharapkan generasi muda di Purwakarta dapat mengembangkan potensi mereka secara menyeluruh, tidak hanya dari sisi keterampilan, tetapi juga karakter dan nilai-nilai kearifan lokal yang kuat.