Di kaki pegunungan Lembang yang sejuk dan teduh, sebuah kampung bernama Sindang Waas menjadi saksi lahirnya gerakan kecil namun bermakna besar. Di atas tanah wakaf seluas lima tumbak, yang dulunya hanyalah sebidang lahan pertanian biasa, kini berdiri bukan hanya sebuah musala tempat berdoa dan mengaji, tetapi juga peternakan ayam petelur yang tumbuh perlahan sebagai penopang dakwah.
Di balik semua ini, berdiri sosok Ustadz Dicky Prima Adriansyah—yang akrab disapa Abi Dicky—seorang pendakwah asal Bandung yang percaya bahwa dakwah bukan hanya urusan mimbar, tapi juga soal kemandirian dan kebermanfaatan umat.
Tanah Wakaf yang Dikelola dengan Amanah
Tahun 2024, Abi Dicky menerima amanah: sebidang tanah wakaf dari Bapak Ahdi di RT 4 RW 2, Kampung Sindang Waas. Tanah ini tidak hanya dijadikan tempat ibadah, melainkan juga dihidupkan. “Kami ingin tanah ini bukan hanya tempat shalat, tapi juga ladang produktif yang bisa menopang dakwah,” tutur Abi Dicky.
Bersama sahabatnya, Dudi Herdiansyah, serta dua rekan lainnya—Irfansyah, seorang yang berpengalaman dalam vaksin unggas, dan Heru Gunawan yang merangkap pengurus musala dan DKM—lahirlah ide: membangun peternakan ayam petelur berbasis syariah.

Lahirnya Sahabi Farm: Dari Musyawarah ke Tindakan
Bermodal Rp 22 juta, peternakan yang mereka beri nama Sahabi Farm resmi berdiri pada April 2025. Di tahap awal, 60 ekor ayam petelur jenis Lohmann Brown dipelihara dalam kandang galvanis yang kokoh, bersih, dan aman dari hama. Ayam-ayam ini diperlakukan dengan standar tinggi: vaksin rutin, vitamin organik, dan tentu saja, tilawah Al-Qur’an saat pemberian pakan dan panen.
“Setiap pagi kami beri makan sambil membaca ayat suci. Begitu juga sore saat memanen telur. Ini semua bagian dari ibadah,” ungkap Abi Dicky ketika ditemui Sabtu 17 Mei 2025. Bagi mereka, bahkan memungut telur bisa menjadi ladang pahala jika diniatkan untuk Allah.

Produksi Tumbuh, Dakwah Mengalir
Kini, 60 ekor ayam di Sahabi Farm mampu menghasilkan sekitar 3 kilogram telur per hari. Namun permintaan terus mengalir, terutama dari komunitas pengajian yang menjadi jaringan pemasaran utama. Harga telur yang berkualitas baik ini (fresh) dibanderol Rp 30.000 per kilogram.
“Permintaan sekarang hampir tiga kali lipat dari produksi. Ini pertanda kita harus terus tumbuh,” kata Dudi Herdiansyah, pemuda kelahiran 1991 warga Kota Bandung.
Tak hanya menjual telur, Sahabi Farm pun mulai menyiapkan paket usaha ternak ayam petelur, yang bisa diikuti siapa saja dengan harga mulai Rp 3,5 juta untuk 10 ekor ayam lengkap dengan kandangnya. Sebuah langkah strategis agar lebih banyak umat bisa ikut mandiri dan berdaya.
Demikian juga dengan rencana Sahabi Farma untuk mulai menggarap peternakan ayam petelur sejak DOC (Day Old Chicken).

Peternakan Syariah, Usaha yang Bernafaskan Ibadah
Bagi Abi Dicky, usaha ini bukan sekadar bisnis. Prinsip syariah menjadi fondasi dalam setiap langkah. Tidak ada riba, tidak ada kecurangan, dan semua diniatkan untuk ibadah. Bahkan ayam-ayam pun tumbuh dalam lantunan ayat-ayat suci.
“Inilah yang kami yakini. Jika usaha ini dijalankan dengan niat ibadah, Allah akan berkahi. Telurnya pun insya Allah berkualitas dan membawa manfaat,” ucapnya dengan tenang.

Menuju Seribu Ayam, Menuju Seribu Kebaikan
Target mereka tak kecil. Tahun 2026, mereka menargetkan punya seribu ekor ayam. Bukan untuk kekayaan pribadi, melainkan untuk memperluas dampak dakwah, membuka peluang usaha umat, dan menunjukkan bahwa tanah wakaf bisa jadi motor penggerak ekonomi syariah.
Di tengah hiruk-pikuk dunia, kisah Abi Dicky dan Sahabi Farm adalah pengingat: bahwa dengan niat baik, amanah yang dijaga, serta kerja kolektif yang jujur, sepetak tanah bisa jadi ladang berkah—bagi dunia dan akhirat.