BANDUNG – Belakangan ini, susu ikan menjadi sorotan masyarakat karena diperkirakan akan menjadi bagian dari program Makan Bergizi dan Susu Gratis (MBG) yang digagas oleh pemerintah.
Peneliti dari Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ekowati Chasanah, menerangkan bahwa susu ikan yang banyak dibicarakan sebenarnya adalah hidrolisat protein ikan (HPI) yang dapat larut dalam air. Teknologi ini dihilirkan pada tahun 2022 melalui pendirian miniplan HPI di Indramayu oleh PT Berikan Teknologi, yang kemudian mengembangkan produk susu ikan berbasis HPI. Ekowati menegaskan bahwa susu ikan tersebut bukanlah susu yang berasal dari kelenjar susu ikan, melainkan hasil proses pemecahan protein ikan menjadi bentuk yang larut dalam air.
“Susu ikan ini merupakan produk hasil pengembangan melalui proses hidrolisis enzimatis yang memecah protein ikan menjadi protein pendek atau peptida serta asam amino bebas, kemudian diformulasikan sehingga menyerupai susu,” jelas Ekowati.
Ekowati juga menjelaskan bahwa produk ini dapat menjadi alternatif sumber protein bagi masyarakat, terutama anak-anak yang intoleran terhadap laktosa. Produk hidrolisat, yang saat ini dikenal sebagai susu ikan, memiliki berbagai keunggulan. Kandungan proteinnya berkualitas tinggi dengan asam amino esensial yang lengkap, dan protein pendek (peptide) yang mudah diserap oleh tubuh. Produk ini sangat bermanfaat untuk anak-anak dan orang yang sedang dalam masa pemulihan dan membutuhkan asupan protein yang tinggi.
“Kolaborasi penelitian bersama mitra dari Gizi Kedokteran UNDIP menggunakan model hewan (tikus) menunjukkan bahwa pemberian HPI dapat mengaktifkan hormon pertumbuhan dan secara signifikan meningkatkan panjang tubuh tikus tersebut,” tambahnya.
Ikan dikenal sebagai sumber asam lemak esensial seperti DHA dan EPA, yang penting bagi kesehatan. Oleh karena itu, produk hidrolisat atau susu ikan juga mengandung asam lemak esensial tersebut. Proses hidrolisis protein ikan membuat produk ini lebih aman dari alergen, serta menghasilkan peptida (protein pendek) aktif yang memiliki manfaat tambahan. Hal ini membuat susu ikan (hidrolisat) memiliki potensi besar sebagai pangan fungsional, seperti untuk membantu mencegah hipertensi, obesitas, dan sebagai imunostimulan.
Walaupun kandungan kalsium susu ikan tidak setinggi susu sapi, Ekowati yakin bahwa produk ini tetap memiliki beberapa keunggulan, selain bahan bakunya (ikan) bisa didapatkan secara lokal, produk turunannya yaitu susu ikan (HPI) ini menjadi sumber protein yang sangat baik, mengandung asam amino esensial lengkap, mudah diserap, dan bersifat fungsional dengan adanya peptida aktif didalamnya. Jadi susu ikan tidak hanya bernutrisi, tetapi juga bermanfaat untuk kesehatan atau bisa disebut pangan fungsional.
“Susu ikan atau hidrolisat ini bisa menjadi alternatif susu sapi dan minuman lain seperti susu kambing, susu unta, atau (susu) minuman kedelai. Masing-masing minuman memiliki keunggulannya sendiri sebagai sumber protein untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia. Produk hidrolisat, yang disebut sebagai susu ikan, memiliki kelebihan seperti protein pendek (peptida aktif), rendah alergen, serta dapat mengaktifkan hormon pertumbuhan,” lanjut Ekowati.
Ekowati juga menjelaskan bahwa proses pembuatan susu ikan melibatkan bioteknologi yaitu melibatkan enzim untuk memecah protein ikan, dan produk akhirnya diformulasikan dengan perasa dan bahan lain agar lebih sesuai dengan selera masyarakat.
“Hidrolisat ikan tidak hanya mempertahankan nilai gizi ikan, tetapi juga meningkatkan penyerapan nutrisi ikan di dalam usus,” tambahnya.
Dalam proses pembuatan hidrolisat atau susu ikan, diperlukan enzim protease yang hingga kini produksinya belum mencukupi dan belum sesuai untuk produksi HPI di Indonesia. Meskipun penggunaannya sedikit, ketergantungan pada produk impor masih menjadi tantangan dalam produksi susu ikan dalam negeri.
Untuk mengatasi kendala tersebut, Ekowati menyampaikan bahwa saat ini sedang berupaya mendapatkan pendanaan melalui skema rumah program BRIN untuk pengembangan enzim lokal yang sesuai untuk produksi HPI. Dengan diproduksinya enzim untuk HPI, maka secara total produksi susu ikan dapat diproduksi sepenuhnya dari bahan dalam negeri, dengan harapan lebih efisien dan mandiri.
Di sisi lain, teknologi pengembangan susu ikan ini telah diaplikasikan oleh pihak swasta yakni Yayasan Berikan Protein Initiative. Chief Product and Development Yayasan Berikan Protein Initiative Iwa Sudarmawan menjelaskan, saat ini pihaknya telah mampu memroduksi susu ikan dengan kapasitas hingga 75 ton susu ikan per bulan. Jumlah ini setara dengan 3.750.000 botol dalam kemasan 125ml.
Iwa menegaskan, produk ini tidak ditujukan untuk menggantikan susu sapi, namun sebagai alternatif subsitusi sumber protein. “Produk ini tidak untuk menggantikan susu sapi, melainkan sebagai alternatif sumber protein, pilihan ditengah ketergantungan dari produk import. Di Indonesia saat ini susu dan daging masih banyak di supply dari import padahal kita memiliki potensi besar untuk mendukung kemandirian protein nasional dari sumber laut yang melimpah,” ujar Iwa.
Menurut Iwa, produk susu ikan ini pertama kali diluncurkan pada Agustus 2023 lalu, dan saat ini sedang dipasarkan secara luas. Inovasi ini menjadi solusi untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia, sekaligus menggerakkan ekonomi sirkular di daerah penghasil ikan.
Dengan potensi laut yang melimpah, pengembangan susu ikan sebagai produk turunan HPI dapat direplikasi di berbagai daerah di Indonesia. “Hal ini diharapkan mampu mendukung ekonomi lokal serta memberikan pilihan nutrisi berbasis protein ikan bagi masyarakat luas,” pungkas Iwa.