SATUJABAR, BANDUNG–Bayi-bayi korban perdagangan sindikat jaringan Internasional, yang mayoritas berasal dari Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mendapat perhatian serius dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A). Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga meminta polisi melacak keberadaan bayi-bayi tersebut untuk bisa dikembalikan kepada orangtuanya.
Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung, angkat bicara atas kasus sindikat perdagangan bayi jaringan Internasional, yang berhasil dibongkar Polda Jawa Barat. Bayi-bayi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPP0), atau Human Trafficking, yang melibatkan 13 pelaku dan tiga orang lainnya masih diburu polisi, disebutkan mayoritas berasal dari wilayah Kabupaten Bandung.
Kepala DP2KBP3A Kabupaten Bandung, Muhammad Hairun, mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat dan Polresta Bandung, terkait proses penyelidikan dan penyidikan, serta langkah-langkah perlindungan terhadap korban bayi.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Polda Jawa Barat dan Polresta Bandung. Kami minta siapa pun yang menangani kasusnya, terpenting bayi-bayi selamat dan bisa dikembalikan ke daerahnya, terutama yang berasal dari Kabupaten Bandung,” ujar Hairun dalan keterangannya, Jum’at (18/07/2025).
Hairun mengungkapkan, kasus penjualan bayi menunjukkan persoalan serius dalam keluarga. Bagaimana mungkin keluarga bisa tega menjual bayinya sendiri, tentu ada kerentanan struktur dan fungsi keluarga.
“Tentu semua kembali kepada keluarga. Kenapa seorang ibu bisa tega menjual anaknya? Ada masalah apa? Kita harus mencari tahu maslahnya dan mencegah agar tidak sampai terulang,” ungkap Hairun.
Hairun menegaskan, perlindungan anak seharusnya tidak saat sudah dilahirkan, tapi sejak dalam kandungan. Keluarga harus menjadi unsur penting dalam mencegah terjadinya kekerasan dan eksploitasi anak.
“Namanya anak itu sejak dari dalam kandungan sudah harus dilindungi dan itu melekat. Hak-haknya harus dipenuhi, termasuk hak diasuh, dirawat, dan dibesarkan, tidak untuk tidak dijual dan tidak mengalami kekerasan,” tegas Hairun.
Sesuai ketentuan, anak hingga usia 15 tahun, lkeluarga. masyarakat, dan pemerintah, wajib memastikan setiap anak tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terlindungi.
DP2KBP3A Kabupaten Bandung selama ini telah memberikan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan kerentanan keluarga dan pentingnya ketahanan sosial-ekonomi. Praktek di lapangan, ibu hamil rutin datang ke puskesmas, sehingga kondisi ibu dan janin bisa dipantau secara baik.
KPAI Minta Dilacak
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), meminta kepada para penegak hukum agar bisa mengembalikan bayi sebagai korban perdagangan kepada orangtuanya. Berdasarkan hasil pengungkapan Polda Jawa Barat, enam bayi berhasil diselamatkan dari total 24 korban.
Ketua KPAI, Ai Maryati, mengatakan, ada enam bayi berhasil diselamatkan dan saatt ini dipastikan sudah berada di tempat aman. Dari keenam bayi, satu diantaranya sakit.
“Ada satu bayi yang sakit dari enam yang berhasil diselamatkan. Yang lainnya sehat dan semua sudah dalam perlindungan LKSA Jawa Barat di bawah Dinas Sosial Jawa Barat. Jadi saya pastikan, mereka aman di bawah naungan negara,” ujar Ai Maryati dalam keterangannya, Jum’at (18/07/2025).
Ai menduga 18 bayi lainnya sudah berhasil dikirim para pelaku sindikat perdagangan bayi ke Singapura, atau negara lainnya. Ai mendesak para penegak hukum agar bisa melancak keberadaannya dan mengembalikan ke pangkuan ibunya
“Menjadi catatan, sisanya ada enam bayi (diselamtkan), berarti ada sekitar 18 bayi mungkin sudah berada di luar negeri. Jadi bukan harapan lagi menurut saya, tapi atas nama masyarakat Indonesia, penegakan hukum yang optimal, harus mau tidak mau bisa mendapatkannya kembali,” kata Ai.
Ai berharap kasusnya bisa dilimpahkan dari Polda Jawa Barat ke Mabes Polri. Alasannya, dibutuhkan keterlibatan pihak Interpol untuk bisa berkoordinasi dengan luar negeri.
“Jadi, kalau kita sudah mengatakan ada penerimaan di level luar negeri, maka koordinasi harus ditingkatkan pada Mabes Polri. Nantinya, bisa bekerjasama dengan pihak Interpol untuk bisa mengembalikan anak-anak kita yang sudah berpindahtangan dengan modus kejahatan dijual, ditraffic dari Indonesia ke luar,” ungkwp Ai.
Pihak kepolisian juga diminta segera memverifikasi para orang tua bayi, apakah mereka menjadi bagian dari sindikat perdagangan, atau murni sebagai korban. Pelaku sebagai ibu palsu, ibu kandung, perangkat negara yang sudah mengeluarkan keterangan atau dokumen identitas palsu, pihak Dukcapil, RT-RW, hingga tingkat kelurahan dan kecamatan, harus segera menjadi bagian terperiksa dalam kasus ini.
Sebanyak 13 orang yang terlibat dalam sindikat perdagangan bayi jaringan internasional, telah ditetapkan sebagai tersangka. Polda Jawa Barat masih memburu tiga pelaku lainnya yang telah masuk dalam DPO (daftar pencarian orang), termasuk wanita pengendali sidikat bernama Lie Siu Lian alias Lily Siu alias Popo alias Ai, ke Singapura.
Ke-13 tersangka yang terlibat dalam sindikat perdagangan bayi jaringan internasional, memiliki peran masig-masing. Peran mereka dari mulai perekrut, menampung, hingga mengasuh, atau merawat bayi, sebelum dikirimkan ke negara tujuan, Singapura.
Sindikat perdagangan bayi yang dibongkar Polda Jawa Barat, bermarkas di Pontianak, Kalimatan Barat. Melalui modus adopsi yang dijalankannya, bayi-bayi diperdagangkan ke Singapura.
Sindikat ini didalangi wanita bernama Lie Siu Lian alias Lily Siu alias Popo alias Ai, yang masih diburu ke Singapura. Lie Siu Lian sudah masuk dalam DPO (daftar pencarian orang), bersama dua pelaku buron lainnya.
“Ada tiga tersangka yang saat ini sedang kami DPO-kan. Saudari P (Lie Siu Lian alias Popo ) selaku pengendali, YY (Yuyun Yunangsih) perekrut bayi, dan WT (Wiwit) perantara,” ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskriimum) Polra Jawa Barat, Kombes Pol. Surawan, dalam keterangan pers di Mapolda Jawa Barat, Kamis (17/7/2025).
Surawan mengatakan, modus kejahatan yang dijalankan, mengadopsi sekaligus memasulkan dokumen identitas agar bayi bisa dibawa ke luar negeri (Singapura). Dari 13 tersangka, ada pasangan suami-istri yang berperan mencari calon korban orangtua yang memiliki bayi berniat untuk diadopsi.
“Motif dari orangtua (suami-istri) mencari calon korban (bayi) yang berniat diadopsi, karena faktor ekonomi sehingga mau bekomplot dan menjadi mata pencahariannya. Mereka tinggal di wilayah Kecamatan Margahayu, Kabupaten Bandung,” ungkap Surawan.
Setelah bisa dikuasai bermodus adopsi, bayi-bayi selanjutnya dibawa ke tempat penampungan di Jakarta dan Pontianak. Bayi-bayi dirawat oleh pengasuh yang digaji Rp.2,5 juta sampai berusia tiga bulan atas permintaan Liu Siu Lian alias Popo, untuk kemudian dijual ke Singapura.
“Di tempat penampungan, pengendali sindikat yang saat ini masih DPO (Liu Siu Lian alias Popo), melakukan video call dengan perantara di Singapura. Setelah disepakati, bayi selanjutnya dibawa ke Singapura,” jelas Surawan.
Sebelum dibawa ke Singapura, bayi dibuatkan dokumen, atau identitas palsu menggunakan nama orang tua bukan sebenarnya. Dokumen Kartu Keluarga (KK) dan paspor dibuat di Pontianak, dan orangtua palsunya diikutkan ke Singapura, menyampaikan alasan ekonomi tidak bisa merawat sehingga menjual bayi untuk diadopsi.
Bayi-bayi dijual ke Singapura seharga Rp.10 juta hingga Rp.16 juta. Hasil penjualan bayi dibagi-bagi, termasuk mengganti biaya operasional yang ditangung Liu Sian Lian alias Popo.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol. Hendra Rochmawan, mengatakan, sindikat perdagangan bayi terbongkar berawal dari laporan orang tua bayi yang telah dibohongi. Orangtua bayi mengiklankan di media Facebook menawarkan bayinya untuk diadopsi.
“Orangtua bayi sepakat dengan tersangka AF, yang berperan perekrut, atau mencari calon korban. Tersangka AF akan mengadopsi dan berjanji memberikan uang Rp.10 juta kepada orangtua bayi,” ujar Hendra.
Setelah memberi biaya persalinan Rp.600 ribu, tersangka langsung membawa bayi. Namun, uang Rp.10 juta yang dijanjikan tidak kunjung diberikan, hingga akhirnya melaporkannya ke Polda Jawa Barat.(chd).