SATUJABAR, BANDUNG – Anggota Komisi XI DPR RI dari Dapil Jabar Puteri Komarudin menilai perlu penguatan industri asuransi di Tanah Air.
Hal itu menyusul adanya kasus gagal bayar oleh sejumlah perusahaan asuransi kepada para nasabah.
Saat ini sudah disahkan UU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
Regulasi ini merupakan undang-undang berbentuk omnibus yang membentuk ketentuan baru.
Serta merevisi sejumlah undang-undang di sektor keuangan.
Terkait hal tersebut, Puteri menjelaskan dukungan UU PPSK dalam mereformasi industri perasuransian tanah air.
Hal itu disampaikan Puteri sehubungan dengan pengesahan RUU PPSK menjadi UU dalam Rapat Paripurna DPR Kamis (15/12) lalu.
Pihaknya akan memberikan komitmen penuh untuk mengawal reformasi di sektor perasuransian tanah air.
Hal itu, katanya, berkaca pada berbagai kasus gagal bayar oleh sejumlah perusahaan asuransi yang telah merugikan pemegang polis selama beberapa tahun terakhir.
“Karenanya, lewat UU PPSK ini, DPR bersama pemerintah sepakat untuk melakukan upaya penguatan, baik dari sisi kelembagaan, pengaturan, dan pengawasan di industri asuransi,” ungkapnya dikutip situs DPR, Minggu (18/12/2022).
PENJAMINAN POLIS
Sebagai informasi, UU PPSK juga mengatur penyelenggaraan Program Penjaminan Polis untuk melindungi hak pemegang polis perusahaan asuransi yang izin usahanya dicabut akibat mengalami kesulitan keuangan.
Program tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sebelumnya, program ini telah dimandatkan dalam UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian untuk diatur dalam undang-undang dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak UU Perasuransian berlaku.
Namun sampai sekarang program ini belum diterapkan.
“Dari segi kelembagaan, kami perkuat fungsi Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menjalankan Program Penjaminan Polis. Sehingga, LPS tidak hanya menjamin simpanan nasabah di perbankan, tetapi juga menjamin polis asuransi. Implikasinya, nanti akan ada anggota Dewan Komisioner LPS yang fokus mengurusi hal ini. Harapannya, lewat program ini dapat melindungi pemegang polis jika perusahaan asuransi dicabut izin usahanya akibat mengalami kesulitan keuangan,” ujarnya.
Selain itu, Politisi dari Fraksi Golkar ini juga menjelaskan perombakan struktur Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (ADK OJK) untuk memisahkan fungsi pengawasan industri perasuransian oleh seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun merangkap ADK OJK.
Sebelumnya, pengawasan industri perasuransian masih berada di bawah tugas Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap ADK OJK.
“Regulator pengawas di industri asuransi juga kita perkuat dengan memisahkan fungsi pengawasan industri perasuransian dari industri keuangan non-bank lainnya. Sehingga, kedepan, OJK akan memiliki Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun. Ini tentu tujuannya agar regulator lebih fokus mengawasi industri asuransi dan sektor terkait secara menyeluruh, cermat, dan detail,” ungkap Puteri.