CIBITUNG – Bekasi punya banyak cerita tentang perjuangan kemerdekaan. Salah satu nama yang patut dikenang adalah Mohamad Hasyim Achmad, tokoh asal Cibitung yang ikut berjuang sejak masa penjajahan hingga masa awal kemerdekaan. Lahir pada 19 April 1920, jejak perjuangannya kini jadi bagian dari sejarah nasional.
Sejak muda, Hasyim sudah aktif dalam perlawanan. Ia tercatat sebagai Komandan Barisan Pelopor Cibitung, bagian dari pemuda Jawa Hokokai yang kala itu dipimpin dr. Muwardi. Meski hanya berbekal bambu runcing dan kayu, semangatnya tak pernah kalah.
Tak hanya itu, ia juga menjadi Ketua Poetera Cibitung, organisasi yang didirikan oleh Bung Karno dan para tokoh bangsa. Dari situ, langkah perjuangan Hasyim terus meluas. Menjelang proklamasi kemerdekaan, ia mendapat mandat untuk membentuk pasukan dan mengumpulkan senjata. Bersama para pemuda, ia memimpin aksi melawan Jepang di Cikarang, Karawang, hingga Indramayu.
Setelah 17 Agustus 1945, pasukannya segera menurunkan bendera Jepang dan mengibarkan Merah Putih di berbagai tempat strategis. Ia juga ikut mengawal Bung Karno dan Bung Hatta lewat organisasi Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan terlibat dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta.
Semangat Hasyim tak berhenti di situ. Ia kemudian bergabung dengan Biro Perjuangan (cikal bakal TNI) dan ikut bergerilya di banyak daerah seperti Tambun, Cibarusah, hingga Karawang. Keberaniannya di medan tempur membuatnya dikenal dan dihormati.
Setelah perang, Hasyim tidak lantas beristirahat. Ia terjun ke dunia politik, menjadi Ketua KNI Kecamatan Cibitung, lalu anggota DPRD Bekasi, bahkan dipercaya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Bekasi pada 1960. Ia juga termasuk tokoh yang mendorong lahirnya Kabupaten Bekasi.
Di sisi lain, ia adalah seorang pengusaha yang memulai bisnis sejak 1938. Hasil usahanya pun digunakan untuk membantu logistik pasukan saat perang. Perjuangan lewat ekonomi menjadi bentuk lain dari cintanya kepada tanah air.
Sosok Hasyim Achmad dikenal sebagai pejuang, politisi, dan pengusaha yang religius dan nasionalis. Ia membuktikan bahwa perjuangan tidak hanya dengan senjata, tapi bisa juga lewat pemikiran dan pengorbanan pribadi.
Atas jasanya, pada 17 Agustus 1992, pemerintah memberikan penghargaan berupa Pemancangan Bambu Runcing di pusaranya — penghargaan yang hanya diberikan untuk pejuang angkatan 45.
Mohamad Hasyim Achmad wafat pada April 1978 di usia 58 tahun dan dimakamkan di Cikarang Barat. Meski telah tiada, semangat dan dedikasinya tetap hidup dalam ingatan warga Bekasi.
Sumber: Humas Pemkab Bekasi