BANDUNG – Kota Bandung menjadi tuan rumah Simposium Bandung City Networking, sebuah forum strategis antar kota dari negara-negara Asia dan Afrika yang bertujuan memperkuat kolaborasi menuju pembangunan kota yang inklusif, tangguh, dan berdaya saing global.
Simposium ini merupakan bagian dari Asia Africa City Network (AACN), dan digelar di Aula Barat Institut Teknologi Bandung (ITB), Jalan Ganesha, Bandung — kota yang memiliki nilai historis sebagai tempat lahirnya semangat solidaritas Asia-Afrika sejak Konferensi Asia-Afrika 1955.
Wali Kota Bandung, Muhammad Farhan, secara resmi membuka simposium dengan menegaskan bahwa kegiatan ini bukan hanya mengenang sejarah, tetapi juga memperbarui komitmen untuk membangun masa depan bersama.
“Kita hadir di sini bukan hanya untuk bernostalgia, tetapi untuk membangun ekosistem kota yang ramah bagi warganya, tangguh menghadapi perubahan, dan mampu bersaing di kancah internasional,” ujar Farhan dalam pidato pembukaannya dikutip dari situs Pemkot Bandung.
Simposium ini menghadirkan sesi-sesi diskusi yang membahas tiga isu strategis utama: city branding, city networking, dan city resilience. Para peserta berbagi praktik baik terkait pembangunan pusat kebudayaan, strategi menghadapi perubahan iklim, penguatan UMKM, hingga peningkatan kapasitas tenaga kerja lokal.
Farhan menyampaikan bahwa city branding kini tidak lagi sekadar alat promosi, melainkan cerminan nilai, identitas, dan visi masa depan sebuah kota.
“Kita ingin kota-kota dalam jaringan Asia-Afrika saling belajar dan saling mendukung, dari promosi budaya hingga kolaborasi dalam mitigasi krisis iklim,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu, Farhan juga mengangkat data Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) 2024 sebagai cerminan kekuatan dan tantangan Kota Bandung. Kota ini mencatat skor tinggi dalam aspek adopsi teknologi informasi (5,00) dan inovasi (4,25), namun masih menghadapi tantangan di sektor keuangan (3,92), pasar tenaga kerja (3,72), dan dinamika bisnis (3,44).
“Meski kami punya kekuatan di sisi teknologi dan inovasi, inklusi ekonomi dan pertumbuhan usaha daerah masih perlu perhatian lebih. Ini menunjukkan perlunya kolaborasi lintas negara untuk mempercepat pemerataan pembangunan,” jelas Farhan.
Ia juga menekankan bahwa solidaritas antar kota bukan sekadar pilihan moral, melainkan kebutuhan kolektif untuk bertahan dan berkembang di tengah krisis global.
“Bandung City Networking adalah bentuk nyata solidaritas kota-kota Asia-Afrika. Kami harap forum ini melahirkan jejaring baru, program nyata lintas kota, dan dukungan terhadap inovasi berkelanjutan,” ungkapnya.
Farhan secara khusus juga mengajak kota-kota peserta untuk lebih melibatkan generasi muda sebagai aktor penting dalam pembangunan kota masa depan.
Menutup sambutannya, Wali Kota Bandung menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta, mitra internasional, akademisi, komunitas, dan mahasiswa yang telah berkontribusi dalam kesuksesan simposium ini.
“Kami ingin Bandung menjadi model peradaban masa depan yang kolaboratif, inklusif, dan berkelanjutan. Ini adalah langkah awal menuju perubahan nyata,” pungkas Farhan.