BANDUNG – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah melakukan pengembangan varietas jagung yang tahan terhadap hama dan perubahan iklim. Program ini diharapkan dapat mendukung ketahanan pangan nasional dan pengembangan agribisnis di Indonesia.
Jagung memiliki efisiensi tinggi dalam penggunaan air dan cocok ditanam di lahan sawah irigasi setelah padi, baik melalui olah tanah maupun tanpa olah tanah.
Saat ini, BRIN berkolaborasi dengan PT Conterva Agriscience Seeds Indonesia, Fakultas Pertanian Universitas Hasanudin, dan Universitas Udayana (UNUD), khususnya Fakultas Pertanian Program Lahan Kering, untuk mengembangkan varietas jagung yang mampu beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan.
Ketua Program Studi Lahan Kering UNUD, Arimaya Dewi, menyambut baik kerja sama ini. Ia menekankan pentingnya kegiatan ini sebagai ajang praktik penelitian bagi mahasiswa, seperti uji multi lokasi jagung hibrida yang tahan terhadap perubahan iklim dan hama penyakit. Hal ini disampaikannya saat panen di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNUD pada Kamis (3/10).
I Gusti Komang Dana Arsana, Peneliti Ahli Utama Tanaman Pangan BRIN, menjelaskan bahwa saat ini telah ditemukan sekitar 10 jenis varietas sumber jagung hibrida baru. Uji potensi hasil varietas tersebut sedang dilakukan di beberapa kabupaten di Indonesia, termasuk Bali.
“Jagung hibrida dihasilkan dari persilangan dua atau lebih varietas jagung yang berbeda. Tujuan pengembangan ini untuk meningkatkan hasil panen, ketahanan terhadap hama, dan adaptasi lingkungan,” jelasnya dilansir laman BRIN.
Uji Coba
Uji coba di Bali dilakukan di tiga lokasi: Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UNUD dengan ketinggian ±10 meter di atas permukaan laut, Desa Kesiut di Kabupaten Tabanan dengan ketinggian ±300 mdpl, dan Desa Antapan dengan ketinggian ±1000 mdpl.
Dana menambahkan bahwa jagung ini dapat dipanen muda untuk berbagai olahan, seperti jagung sayur dan jagung rebus, serta saat sudah tua dengan hasil pipilan kering. Dari 1 hektar lahan, hasil panen mencapai tidak kurang dari 10 ton jagung pipilan kering. Hasil panen akan diseleksi dan diverifikasi untuk menemukan varietas terbaik.
Roy Efendi, periset perakitan varietas jagung hibrida dari BRIN, juga melakukan pengujian di 10 lokasi, termasuk Bali. Ia menjelaskan bahwa pengujian di Bali menggunakan 8 jenis hibrida untuk menghasilkan jagung yang toleran terhadap penyakit bulai dan adaptif di dataran tinggi serta lahan kering.
Roy menambahkan bahwa beberapa calon varietas menunjukkan potensi baik, terutama dalam hal ukuran tongkol dan rendemen tinggi. “Dua kandidat terbaik akan digunakan sebagai jagung pakan untuk bersaing dengan varietas multinasional yang ada di Indonesia,” pungkasnya.
Dengan pengembangan ini, BRIN berharap dapat menghasilkan varietas unggul yang dapat dikembangkan di seluruh Indonesia demi meningkatkan ketahanan pangan dan keberlanjutan agribisnis.