Tutur

Sapi Pasundan: Sumber Daya Genetik Asli Jawa Barat yang Perlu Dilestarikan

Sapi pasundan adalah ras sapi potong yang menjadi salah satu sumber daya genetik asli Jawa Barat. Berdasarkan SK Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 1051/Kpts/RI/SR.10/2014, sapi ini telah ditetapkan sebagai rumpun ternak lokal Indonesia.

Sebaran populasi sapi pasundan terdapat di dua wilayah utama: pesisir selatan Jawa Barat dan zona penyangga hutan lindung di utara Parahyangan. Di beberapa daerah, sapi pasundan dikenal dengan sebutan sapi rancah, sapi kacang, atau sapi pesisir.

Sapi pasundan memiliki sifat reproduksi yang baik dan tahan terhadap cekaman panas. Sapi ini telah dipelihara secara turun temurun, berintegrasi dengan kehidupan masyarakat peternak Jawa Barat selama ratusan tahun.

 

Asal Usul dan Karakteristik

Sapi pasundan berasal dari hasil adaptasi lebih dari sepuluh generasi antara Bos sundaicus (banteng/sapi bali) dengan sapi Jawa, sapi Madura, dan sapi Sumba Ongole. Pencampuran genetik ini menghasilkan ragam setempat, termasuk sapi pasundan yang memiliki punuk atau tanpa punuk, serta gelambir atau non-gelambir. Warna tubuh sapi pasundan bervariasi, dengan dominasi merah bata, bungalan, atau pinggala, sementara hidung dan bulu ekor berwarna hitam. Selain itu, ada ciri khas berupa warna putih di bagian selangkangan dan kaki bagian bawah, serta garis belut memanjang di punggung. Sapi pasundan jantan juga dapat mengalami perubahan warna dari merah bata menjadi hitam seiring bertambahnya usia.

Sapi ini memiliki ketahanan terhadap penyakit malignant catarrhal fever (MCF), menjadikannya semakin berharga bagi para peternak.

 

Konservasi yang Diperlukan

Konservasi sapi pasundan sangat penting dilakukan di Jawa Barat, mengingat beberapa kekhawatiran yang dapat menyebabkan kepunahan ras ini. Salah satunya adalah perubahan fungsi lahan dan pola tanam hutan yang mengurangi daya dukung penggembalaan sapi pasundan.

Program pemerintah daerah yang lebih mengarah pada persilangan sapi eksotis melalui metode inseminasi buatan juga menjadi perhatian, karena dapat mengakibatkan degradasi genetik pada sapi pasundan. Di sisi lain, pola pengembangbiakan secara alami yang sering kali mengarah pada pemilihan negatif dan kawin sekerabat dalam masyarakat dapat menurunkan performa ternak, baik dari segi genetik maupun produktivitas.

Dengan demikian, langkah-langkah konservasi yang tepat perlu diterapkan untuk memastikan kelangsungan hidup dan keberlanjutan sapi pasundan sebagai salah satu kekayaan genetik Indonesia.

Sumber: Wikipedia/Diolah

Editor

Recent Posts

“Buku Tahun Cibareubeu Sumedang, Jejak Syukur dan Harapan dari Lembur Sukamanah”

Di sebuah dusun yang tenang di kaki perbukitan Kecamatan Jatinunggal, warga Cibareubeu, Desa Sukamanah, kembali…

4 jam ago

Erwin Tegaskan Perang terhadap Bank Emok, Dorong UMKM Bandung Naik Kelas

BANDUNG - Wakil Wali Kota Bandung, Erwin, menegaskan komitmennya dalam memberantas praktik pinjaman ilegal atau…

4 jam ago

Pemkot Bandung Terus Dorong Pengoperasian Kembali Bandara Husein Sastranegara

Bagi Wali Kota Bandung, Bandara Husein tetap memiliki peran strategis bagi Kota Bandung. BANDUNG - Pemerintah…

4 jam ago

Seleknas Sepak Takraw Piala Menpora 2025 Resmi Ditutup, Kemenpora Fokus Persiapan Menuju SEA Games

JAKARTA - Seleksi Nasional (Seleknas) Sepak Takraw Piala Menpora 2025 resmi ditutup pada Kamis (26/6)…

4 jam ago

Suporter Cilik Dapat Tiket Gratis Usai Cetak Gol di Sosialisasi Piala Presiden 2025

JAKARTA - Kegiatan sosialisasi Piala Presiden 2025 yang digelar panitia pelaksana (Organizing Committee/OC) kembali menarik…

5 jam ago

Daftar 30 Pemain Liga Indonesia All Star Resmi Diumumkan untuk Piala Presiden 2025

JAKARTA - Komite Penyelenggara (Organizing Committee/OC) Piala Presiden 2025 secara resmi merilis daftar 30 pemain…

5 jam ago

This website uses cookies.