Ada 80 sampai 100 orang pengemis di lokasi itu yang akan diberikan pelatihan dengan mengarahkan mereka di bidang handicraft.
SATUJABAR, CIREBON — Penertiban dan tata kelola lokasi wisata religi Sunan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon, terus dilakukan. Harapannya, obyek wisata unggulan Cirebon ini, tertata rapi dan nyaman bagi para pengunjung/pejiarah.
Pasalnya, dalam beberapa pekan terakhir, kompleks makam Sunan Gunung Jati ini sempat dikeluhkan pejiarah akibat ulah oknum peminta-minta. Kondisi inilah yang kemudian mendorong pihak terkait di sektor pariwisata Cirebon, untuk mencari solusinya.
Teranyar, permasalah itu dibahas dalam rapat para pemangku kebijakan di kantor Dinas Budaya dan Pariwisata (Dibudpar) Kabupaten Cirebon. Sayangnya, hasil dari rapat tidak maksimal karena banyak pemangku kepentingan yang tidak hadir, seperti dari pihak Keraton Kanoman, dan SKPD terkait pun banyak yang tidak hadir.
Kepala Disbudpar Kabupaten Cirebon Abraham Mohammad sangat kecewa dengan ketidakhadiran Keraton Kanoman dan sejumlah SKPD terkait. Seperti Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bappelitbangda, Dinas Kesehatan (Dinkes), Dinas Sosial (Dinsos), BKAD, Disperdagin, dan Dinkop UKM.
“Pemangku kebijakan tidak hadir jadi hasil rapat tidak maksimal. Kalau secara teknis, 90 persen hadir semua,” ujar Abraham.
Dia mengaku, sangat prihatin dengan banyak pihak yang tidak hadir. Menurutnya, Disbudpar sendiri tidak bisa menyelesaikan persoalan yang ada di wisata religi Sunan Gunung Jati.
Terlebih, Disbudpar juga tidak memiliki kewenangan dalam pengelolaan obyek wisata religi tersebut, melainkan hanya memfasilitasi saja.
“Bagaimana obyek wisata Kabupaten Cirebon mau maju kalau tidak ada keinginan kuat melakukan penertiban dan penataan. Tujuan kita, tidak hanya soal pengemis dan kotak amal, itu sebagai pemicu saja. Tapi kita inginnya secara komprehensif biar peziarah merasa aman dan nyaman, tidak merasa digetok,” tegasnya.
Di tempat yang sama, Kuwu Desa Astana Efi Syaefullah mengatakan, dalam pertemuan tersebut, pihaknya mendukung rencana penataan kembali wisata religi Sunan Gunung Jati. Katanya, pengemis di daerah itu, sebenarnya banyak dari Desa lain.
Kendati demikian, pihaknya bakal melakukan sosialisasi kepada 80 sampai 100 orang pengemis di lokasi tersebut. Nantinya, pengemis akan memberikan pelatihan dengan mengarahkan mereka di bidang handicraft. Termasuk mendorong pengemis itu untuk menjadi pedagang dengan barang dagangan yang sudah dialokasikan.
“Cara ini merupakan salah satu upaya dalam mengubah image agar mereka tidak lagi mengemis. Salah satunya adalah menjual tempat sandal cantik kepada para peziarah. Kedepan, kita akan ajak mereka menjual air minum dalam kemasan 33 mili. Jadi nanti bukan lagi ngemis, tapi berjualan,” ujarnya.
Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Cirebon Muchyidin menyampaikan apresiasi kepada Kepala Disbudpar yang langsung merespon persoalan yang terjadi di komplek makam Sunan Gunungjati dan viral tersebut.
Kata dia, kepala disbudpar bergerak untuk memfasilitasi pertemuan dengan pihak-pihak terkait guna membahas langkah penertiban dan tatakelola obyek wisata tersebut.
Dia mengatakan, pertemuan dengan sejumlah pihak terkait merupakan bagian dari solusi untuk mewujudkan tatakelola yang baik di area makam Sunan Gunungjati. Karena itu, pihaknya akan mendukung upaya penertiban dan penataan kembali wisata religi Sunan Gunung Jati. (yul)
Tahun ini, Astra Tol Cipali berfokus meningkatkan kenyamanan pengguna jalan melalui penambahan kapasitas dan peningkatan…
Kasus-kasus yang membutuhkan layanan konseling dilatarbelakangi berbagai faktor. SATUJABAR, BANDUNG -- Institut Teknologi Bandung (ITB)…
SATUJABAR, JAKARTA-- Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka, mengaku telah meminta Menteri Pendidikan Dasar dan…
BANDUNG - Berantas judi online, ribuan staf kantor KUA dan penyuluh dikerahkan, ungkap Menteri Agama (Menag)…
BANDUNG – Aktor Byeon Woo Seok brand ambassador Cartier seperti diumumkan perusahaan itu Jum’at 22…
BANDUNG - Tim SAR gabungan tengah melakukan pencarian terhadap seorang warga Banjar Dinas Munduk Ngandang,…
This website uses cookies.