Ancaman perubahan iklim bukan hoax (Ilustrasi/pexels)
SATUJABAR, BANDUNG – Perubahan iklim harus menjadi perhatian serius karena ancam keberlangsungan manusia, kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati.
Dwikorita mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berkolaborasi dan mengambil langkah konkret dalam mengatasi dampak perubahan iklim.
“Persoalan ini (perubahan iklim-red) tidak dapat diselesaikan hanya melalui pertemuan, seminar, dan meeting. Terpenting, dari pertemuan itu dihasilkan aksi konkrit dan memiliki dampak besar terhadap upaya pencegahan dampak perubahan iklim,” ungkap Dwikorita Karnawati dalam peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 di Jakarta, Sabtu (23/3/2024).
Sebagai informasi, World Meteorological Organization (WMO) mengambil tema “At The Frontline of Climate Action” pada peringatan Hari Meteorologi Dunia ke-74 tahun 2024. Tema tersebut dapat dimaknai untuk semua insan tanpa terkecuali menuju ke garis terdepan dalam melakukan aksi perubahan iklim.
Dwikorita menyebut perubahan iklim mencakup berbagai aspek, termasuk peningkatan suhu global, perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, serta dampaknya terhadap lingkungan dan manusia.
Contoh nyata kenaikan suhu akibat perubahan iklim yaitu mencairnya gletser atau lapisan es tropis di Puncak Jaya, Papua. Luas tutupan salju abadi di ketinggian 4.884 MDPL itu menyusut hingga 98 persen, dari 19,3 KM2 di tahun 1850 menjadi hanya 0,23 KM2 di April 2022.
Perubahan iklim saat ini, lanjut Dwikorita, telah mendekati batas yang disepakati bersama pada Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015.
Saat itu, seluruh dunia bersepakat harus membatasi kenaikan suhu rata-rata global di angka 1,5 °C pada 2030. Namun faktanya, saat ini kenaikan suhu melaju lebih cepat dan sudah mencapai kenaikan 1,45°C di atas suhu rata-rata di masa pra-industri.
Dwikorita mengungkapkan, dalam mengatasi laju perubahan iklim terdapat dua aksi yang dapat dilakukan yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi berarti setiap pihak harus mengurangi penyebab daripada pemasanan global dan perubahan iklim. Sementara adaptasi ialah proses penyesuaian terhadap dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim.
“Jadi aksi iklim harus berorientasi mengintegrasikan antara tindakan mitigasi dan tindakan adaptasi,” ujarnya dilansir situs BMKG.
Adapun dalam melakukan aksi mitigasi, terdapat terdapat lima sektor fokus aksi penurunan emisi gas rumah kaca dalam Nationally Determined Contribution (NDC). Yaitu, sektor kehutanan, pertanian, energi, industri, dan limbah. Sementara terdapat delapan fokus adaptasi yaitu ketahanan pangan, ketahanan ekosistem, ketahanan air, kemandirian energi, kesehatan, pemukiman perkotaan dan pedesaan, pesisir dan pulau kecil, dan peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan dan masyarakat.
BANDUNG - Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyatakan keyakinannya bahwa PSSI akan segera mendapatkan Direktur…
SATUJABAR, DEPOK - Oknum dokter kembali mencederai dunia kedokteran, setelah melakukan perbuatan tercela. Kali ini,…
Jamaah haji ilegal ini akan bertolak ke Tanah Suci menggunakan penerbangan Malindo Air tujuan Jakarta-Malaysia…
Setiap tahunnya, rata-rata 83 persen jamaah haji Indonesia menabung tabungan haji di BSI. SATUJABAR, JAKARTA…
Kolaborasi strategis bersama PT Indonesia BTR New Energy Material merupakan komitmen Pertachem pada hilirisasi produk…
BP Haji terus melakukan evaluasi dan percepatan penyempurnaan sistem penyelenggaraan, khususnya dari sisi pengawasan dan…
This website uses cookies.